BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Lebih kurang
permulaan abad ini, peranan daripada proses imunologik dalam mengontrol
pertumbuhan tumor telah lama diketahui. Tumor yang berkembang secara progresif
sebenarnya dapat diartikan sebagai suatu kegagalan daripada reaksi imunologik
didalam tubuh. Pada tahun-tahun yang terakhir ini, para sarjana baru mengetahui
tentang bagaimana mekanisme proses imunologik tersebut sehingga tumor dapat
dikontrol pertumbuhannya. Pengetahuan tentang imunologi tumor pada dasarnya
sebagian besar diperoleh dari imunologi eksperimen serta percobaan
transplantasi pada binatang.
Pada
transplantasi, bila kita memindahkan jaringan alogenik dari satu hewan kepada
hewan yang lain, maka timbul suatu reaksi imunologik yang menolak pertumbuhan
jaringan itu sehingga akhirnya musnah. Sedangkan pada jaringan singenik, bila
ditransplantasikan kepada hewan lain, maka jaringan tersebut akan tumbuh dengan
subur tanpa mendapat gangguan sama sekali. Hal ini disebabkan karena mesin
imunologik ("immunologic machinary") pada binatang tersebut tidak
merasa kalau jaringan yang ditransplantasikan adalah benda asing.
Oleh karena tumor dapat dianggap sebagai
"tissue graft" yang. bersifat invasif, maka segala pengetahuan
mengenai transplantasi dapat diambil serta dipakai sebagai bahan perbandingan.
Pada pertumbuhan sel tumor umumnya timbul beberapa antigen baru serta asing
bagi tubuh. Dengan adanya antigen tersebut, mesin imunologik didalam tubuh
dapat terangsang,
Sehingga
menimbulkan suatu reaksi imun yang dapat menghancurkan sel tumor tadi. Dengan lain perkataan sistem respons imun bukan saja berfungsi
sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap serangan kuman penyakit, akan tetapi
juga dapat memegang peranan dalam menjaga timbulnya sel-sel yang abnormal didalam
tubuh; keadaan seperti ini dikenal dengan nama "immunological
surveillance".
Dengan
maju-pesatnya penyelidikan dibidang ini, sedikit banyak memberikan harapan
kepada kita kalau terapi tumor dikemudian hari dapat dilaksanakan secara
metode-metode imunologik.terbuka untuk peminat bayi tabung.Sebagai akibat dari
kemajuan ilmu pengetahuan modern dan teknologi kedokteran dan biologi yang
canggih,maka teknologi bayi tabung juga maju dengan pesat,sehingga kalau
teknologi bayi tabung ini ditanagani oleh orang-orang yang kurang beriman dan
bertaqwa,dikhawatirkan dapat merusak peradaban umat manusia,bias merusak
nilai-nilai agama,moral,dan budaya bangsa.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan uraian diatas maka
dapat disimpulkan beberapa rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa pengertian tumor?
2.
Bagaimana pembagian tumor ?
3.
Bagaimana penamaan, stadium, dan
penyebab tumor?
4.
Apa antigen tumor?
5.
Bagaimana respon imun terhadap tumor?
6.
Apa usaha tumor menghindari sistem
imun?
7.
Bagaimana keganasan sistem imun?
8.
Apa yang dimaksud Imunodiagnosis?
9.
Bagaimana pendekatan terapi pada
tumor?
C.
TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah
di atas maka penulis dapat memahami tujuan dari penyusunan makalah ini adalah
1. Untuk
mengetahui apa pengertian tumor
2. Untuk
mengetahui bagaimana pembagian tumor
3. Untuk
mengetahui bagaimana penamaan, stadium, dan penyebab tumor
4. Untuk
mengetahui apa antigen tumor
5. Untuk
mengetahui bagaimana respon imun terhadap tumor
6. Untuk
mengetahui apa usaha tumor menghindari sistem imun
7. Untuk
mengetahui bagaimana keganasan sistem imun
8. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud imunodiagnosis
9. Untuk
mengetahui bagaimana pendekatan terapi pada tumor
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dari Imunologi Tumor
Imunologi adalah ilmuyang mencakup kajian mengenai semua
aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme. Imunologi memiliki berbagai penerapan pada
berbagai disiplin ilmu dan karenanya dipecah menjadi beberapa subdisiplin
seperti : malfungsi sistem imun pada gangguan imunologi (penyakit autoimun, hipersensitivitas, defisiensi
imun, penolakan allograft); karakteristik fisik,
kimiawi, dan fisiologis komponen-komponen sistem imun. Imunologi juga di
katakan sebagai suatu bidang ilmu yang luas yang meliputi penelitian dasar dan
penerapan klinis , membahas masalah antigen, antibodi, dan fungsi – fungsi
berperantara sel terutama yang berhubungan dengan imunitas terhadap penyakit ,
reaksi biologik yang bersifat hipersensitif, alergi dan penoloakan jaringan
asing.
1. Sel tubuh yang
bersifat abnormal dan berdiferensiasi dengan sangat cepat
2. Berasal
dari tumere bahasa Latin, yang berarti "bengkak“
3. Pertumbuhan
jaringan biologis yang tidak normal
4. Pembesaran
ukuran jaringan atau organ secara abnormal
B. Pembagian tumor
Tumor
dapat berupa tumor neoplasma dan tumor non-neoplasma.
1. Tumor
non-neoplasma (benjolan yang bukan penyakit keganasan)
Dapat
bermacam-macam :
·Kiste
: suatu tumor yang berupa kantong dan didalamnya berisi cairan (encer atau
setengah padat). Sebagian besar kista adalah suatu non-neoplasma.
·Radang
: pembesaran / tumor akibat proses radang yaang disebabkan oleh infiltrasi
sel-sel radang - oedema - vasodilatasi.
·Hipertrofi : pembesaran suatu organ
akibat bertambah besarnya sel - sel jaringan penyusunnya.
·Hiperplasia
: pembesaran suatu organ akibat bertambah banyaknya sel - sel jaringan
penyusunnya.
·Displasia : pembesaran suatu organ,
akibat bertambah banyaknya dan bertambah besarnya sel - sel jaringan yang
berbeda.
2. Sel
Neoplasma (sel kanker)
Adalah
sel tubuh itu sendiri yang mengalami mutasi dan transformasi dari bentuk dan
sifatnya, yang berakibat pertumbuhannya menjadi otonom dan tak terkendali.
Mutasi
dan transformasi ini terjadi karena kerusakan gen yang mengatur pertumbuhan dan
differensiasi, dimana kerusakan yang terjadi ini dapat ringan sampai berat dan
luas.Bila kerusakannya ringan, akan terbentuk sel / jaringan neoplasma jinak
dan bila berat dan luas akan terbentuk sel / jaringan neoplasma ganas yang
ganas yang lebih akrab dikenal sebagai kanker. Kanker memiliki potensi
untuk menyerang dan merusak jaringan yang berdekatan dan menciptakan
metastasis. Tumor jinak tidak menyerang tissue berdekatan dan tidak menyebarkan
benih (metastasis), tetapi dapat tumbuh secara lokal menjadi besar. Mereka
biasanya tidak muncul kembali setelah penyingkiran melalui operasi.
Tumor
yang tumbuhnya tidak terus menerus dan tidak menginvasi jaringan sehat sekitarnya
secara luas disebut tidak ganas (benigna). Tumor yang terus tumbuh dan
menimbulkan progresif invasif disebut ganas (maligna). Istilah tumor adalah
spesifik untuk tumor yang ganas. Tumor ganas cendrung bermetastasis, gerombol
sel tumor kecil dapat terlepas dari tumor, menginvasi pembukuh darah atau limfe
dan dibawa ke organ lain untuk seterusnya berpoliferasi. Dalam hal ini, tumor
primer di satu pihak menimbulkan tumor sekunder di tempat lain.
C. Penamaan,
stadum, dan penyebab tumor
1.
Penamaan
Hampir semua jenis tumor dinamakan
berdasarkan tempat awal mereka berasal. Misalnya, tumor pada paru dinamakan
tumor paru atau tumor pada payudara dinamakan tumor payudara. Dan ada
juga penamaan berdasarkan jaringan asal tumor itu berada, misalnya fibroadenoma
mamae yang berasal dari jaringan fibrous pada payudara.
2.
Stadium
/ Staging
Penentuan
stadium / staging diberikan hanya untuk tumor ganas (kanker), dipergunakan
untuk mengetahui seberapa jauh dan luasnya penyakit, dan juga penting untuk
pemilihan jenis terapi dan prognosa (tingkat kesembuhan).
Penyebab tumor
1. Mutasi
dalam DNA sel
2. Pola
hidup yang tidak sehat
3. Demografis
populasi
4. Lingkungan
dan bahan kimia
5. Faktor
keturunan
6. Patogen
Kanker terbentuk melalui 2 kondisi yaitu
adanya promoter dan inisiator. Promoter merupakan rangsangan/stimulus yang
berulang-ulang hingga saat memicu DNA inti sel mengalami mutasi secara
tiba-tiba (inisiator). Akibatnya gen-gen akan memberikan instruksi yang kacau
pada tubuh dan memberikan perintah untuk membentuk jaringan monster atau apa
pun bentuknya yang bukan merupakan jaringan normal. Sel-sel yang telah kacau
inilah yang merupakan generasi jaringan kanker atau tumor yang disebut sebagai
inisiator kanker. Bila gen kanker sudah terbentuk maka gen ini akan mudah
diturunkan sehingga generasi berikutnya juga beresiko terkena kanker. Seberapa
cepat proses ini terjadi sangat tergantung kepada seberapa kuat factor promoter
dan berapa lama paparan terjadi, serta kemampuan tubuh dalam menangkal/menetralkan
factor promoter.
Prof yukie niwa (pakar radikal bebas
internasional) dalam bukunya free radical invite death memaparkan bahwa oksigen
radikal bebas adalah promoter, bahkan sekaligus inisiator yang dominant dalam
menyebabkan kanker/tumor atau bentuk sel tidak normal lainnya. Perlu diketahui
bahwa radikal bebas merupakan bagian dari imun tubuh, karena itu kontak dengan
atau penggunaan/pemakaian bahan-bahan asing/tidak dibutuhkan tubuh turut
merangsang diproduksinya radikal bebas secara berlebihan. Akibatnya radikal
bebas tidak saja merusak bakteri/virus atau menetralkan senyawa asing, tetapi
juga ikut merusak inti sel disekitarnya sehingga berkembang menjadi sel tidak
normal, tumor/kanker. Radikal bebas dapat masuk dari berbagai sumber eksternal
(dari luar tubuh) seperti : rokok, polusi udara, polusi air, radiasi sinar UV
dan sinar X, zat kimia pertanian, serta obat-obatan. Radikal bebas sendiri juga
diproduksi secara berlebihan oleh tubuh di saat stress, kelelahan yang amat
sangat (fatigue), aktivitas fisik/olahraga berlebihan dalam kondisi suhu yang
ekstrim dan peradangan.
Tumor juga disebabkan oleh mutasi dalam DNA
sel. Sebuah penimbunan mutasi dibutuhkan untuk tumor dapat muncul. Mutasi yang
mengaktifkan onkogen atau menekan gen penahan tumor dapat akhirnya menyebabkan
tumor. Sel memiliki mekanisme yang memperbaiki DNA dan mekanisme lainnya yang
menyebabkan sel untuk menghancurkan dirinya melalui apoptosis bil DNA rusak
terlalu parah. Mutasi yang menahan gen untuk mekanisme ini dapat juga
menyebabkan kanker. Sebuah mutasi dalam satu oncogen atau satu
gen penahan tumor biasanya tidak cukup menyebabkan terjadinya tumor. Sebuah kombinasi
dari sejumlah mutasi dibutuhkan.
DNA microarray dapat digunakan untuk
menentukan apakah oncogene atau gen penahan tumor telah termutasi. Di masa depan
kemungkinan tumor dapat dirawat lebih baik dengan menggunakan DNA microarray
untuk menentukan karakteristik terperinci dari tumor.
Penuaan menyebabkan lebih banyak mutasi di
DNA mereka. Ini berarti “prevalence”tumor meningkat kuat sejalan dengan penuaan.
Ini juga kasus di mana orang tua yang terdapat tumor, kebanyakan tumor ini
merupakan tumor ganas. Contohnya, bila seorang wanita berumur 20 tahun memiliki
tumor di dadanya kemungkinan besar tumor ini adalah jinak. Namun, apabila
wanita berumur 70 tahun makan kemungkinan besar tumor ini adalah ganas.
D.
Antigen
Tumor
Dalam
penyelidikan terhadap tumor-tumor yang disebabkan oleh virus dan zat karsinogen
kimia pada binatang percobaan, telah dapat diambil suatu kesimpulan yang jelas
kalau sel tumor tersebut mengandung suatu antigen yang asing bagi tubuhnya
sendiri. Bila suatu tumor yang diinduksi pada binatang yang murni,
ditransplantasikan kepada binatang lain dari jenis yang sama, akan tetapi
sebelumnya telah diimunisasi dengan sel-sel tumor tersebut, maka binatang ini
dapat menolak pertumbuhan tumor yang ditransplantasikan tadi.
Timbulnya
antigen baru pada suatu tumor dapat disebabkan oleh dua proses, yaitu
1. Hilangnya
beberapa antigen yang spesifik daripada jaringan normal,
2. Timbulnya
beberapa antigen baru yang spesifik untuk tumor dan tidak terdapat pada sel-sel
normal lainnya.
Proses
menghilangnya antigen tubuh yang baru itu agaknya berhubungan dengan proses
diferensiasi fungsi sel tumor. Oleh karena fungsi beberapa system enzim didalam
sel tadi berubah atau menghilang, maka akibatnya proses-proses biokimianya
daripada sel tumor berbeda dengan sel yang normal. Bersamaan dengan kejadian
ini, maka keantigenan daripada struktur protein tersebut yang mungkin
mengidentifikasi sel atau jaringan yang bersangkutan, akhirnya menghilang juga.
Disamping proses menghilangnya antigen tadi, maka sel tumor dapat memperoleh
antigen yang baru, terutama pada sel-sel tumor yang diinduksi dengan zat kimia
atau/dan virus. Pada tumor-tumor yang disebabkan oleh zat kimia, maka antara
antigen yang baru timbul dengan zat karsinogen tersebut tidak tampak suatu
hubungan yang timbal-balik. Sering ditemukan kalau zat karsinogen yang sama
akan menghasilkan tumor-tumor dengan antigen yang berbeda-beda serta tidak memperlihatkan
reaksi silang sama sekali. Sebaliknya pada tumor-tumor yang diinduksi oleh
virus, umpamanya virus Rous sarkoma pada ayam, virus polioma pada tikus, virus
SV40 pada monyet, ternyata akan menimbulkan antigen-antigen yang baru serta
spesifik untuk tumor.Yang dimaksudkan dengan spesifik ialah, spesifik terhadap
virus yang menginduksi tumor tadi dan tidak tergantung kepada spesies atau
jenis binatangnya. Hal ini agaknya disebabkan karena informasi genetik virus,
terutama virus yang mengandung DNA ("deoxyribonucleic acid"), akan
menggabungkan diri dengan khromosom sel yang diinfeksi. Setelah menggabungkan
diri, akhirnya khromosom virus akan turut dalam proses-proses sintesa protein
didalam sel dan hasilnya akan diekspresikan sebagai antigen yang baru serta
asing tadi; biasanya antigen ini terletak pada permukaan sel tumor. Antigen sel
tumor ini selain spesifik juga dapat mengakibatkan suatu reaksi penolakan pada
proses transplantasi, oleh karena itu antigen ini dikenal sebagai "Tumor
Specific Transplantation Antigen" atau sering disingkat dengan TSTA.
Selain antigen pada permukaan sel ini, sebenarnya ada pula antigen baru. yang
letaknya lebih kedalam sel, yaitu pada nukleusnya; akan tetapi ditinjau dari
sudut imunologi, antigen-antigen tersebut lebih sukar untuk dikenal.
Identifikasi
molecular antigen tumor telah dapat memberikan berbagai informasi mengenai
respon imun terhadap tumor dapat merupakan faktor kunci dalam perkembangan
imunoterapi antitumor. Antigen tumor yang unik dapat digunakan sebagai molekul
sasaran untuk dikenal sistem imun untuk dihancurkan secara spesifik. Antigen
tersebut dapat dibagi sesuai gambaran ekspresinya pada sel tumor dan sel
normal.
1. Tumor
Specific Antigen
TSA
atau TSTA merupakan antigen sasaran ideal untuk tumor terapi imun tumor.
Respons imun terhadap antigen demikian memberikan banyak harapan untuk dapat
menghancurkan banyak sel tumor tanpa merusak sel yang sehat. Contoh TSA adalah
suatu protein yang diproduksi akibat mutasi satu atau lebih gen. Jenis TSA yang
lain adalah protein dalam tumor yang diindiksi virus. TSA sangat menarik
ditinjau dari imunoterapi, meskipun sampai sekarang belum memberikan keuntungan
yang jelas.
2. Tumor
Associated Antigen
Ada
2 jenis antigen tumor yaitu TSTA dan TATA. Yang pertama tidak ditemukan pada
sel normal, dapat timbul oleh mutasi sel tumor yang memproduksi protein sel
yang berubah. Proses protein terjadi dalam sitosol dan menghasilkan peptida
yang diikat MHC-1 dan menginduksi CTL yang tumor spesifik.
TATA
tidak unik untuk tumor, dapat merupakan protein yang diekspresikan oleh sel
normal selama perkembangan fetal waktu sistem imun masih imatur dan dan tidak
dapat memberikan respons. Pada keadaan normal tidak diekspresikan pada dewasa.
Pada banyak hal, tumor tidak menunjukkan antigen unik yang dapat dikenal
limfosit untuk diproses sebagai antigen. Tumor dapat dikenal sebagai sistem
imun atas dasar perubahan kuantitatif dalam ekspresi profil proteinnya. Antigen
tersebut tidak tumor spesifik, disebut TAA.
a) Antigen
onkofetal adalah contoh TAA. Antigen tersebut disandi oleh gen yang
diekspresikan selama embryogenesis dan perkembangan janin, namun
transkripsional tenang pada dewasa. Gen tersebut menjadi protein yang diduga
berperan dalam pertumbuhan cepat sel embrio dan diaktifkan kembali untuk fungsi
yang sama pada tumor yang tumbuh cepat. Golongan antigen onkofetal
diekspresikan testis normal, dikenal sebagai antigen tumor testis, paru,
kepala, leher, dan kandung kencing. Dewasa ini dikensl lebih dari 50 jenis TAA
dan banyak epitop yang sudah dapat diidentifikasikan sel T.
b) Jenis
TAA lain adalah tissue-specific dan ekspresinya ditemukan terus
sesudah transformasi neoplastik. Jadi antigen tersebut menunjukkan asal
jaringan tumor.
Ø Melanoma
differentiating antigen gp 100
Ø Gen
tersebut menjadi protein yang berfungsi dalam jalur biosintesis melanin sel
kulit dan juga diekspresikan oleh banyak tumor melanoma dengan pigmen.
Ø PSA
diekspresikan jaringan prostat normal dan dengan tumor.
Ø Carcinoembryonic
Antigen
Ø CEA
yang dapat dilepas ke dalam sirkulasi, ditemukan dalam serum penderita dengan
berbagai neoplasma. Kadar CEA yang meningkat ( diatas 2,5 mg/ml ) ditemukan
dalam sirkulasi penderita tumor kolon, tumor pancreas, beberapa jenis tumor
paru, tumor payudara dan lambung. CEA telah pula ditemukan dalam darah
penderita nonneoplastik seperti emfisema, colitis ulseratif, prankreatitis,
peminum alkohaol dan perokok.
Ø AFP
ditemukan dengan kadar tinggi dalam serum fetus normal, eritroblastoma testis
dan hepatoma.
E.
Respons
Imun Terhadap Tumor
Imunitas
tumor ialah proteksi sistem imun terhadap timbulnya tumor. Meskipun
adanya respon imun alamiah terhadap tumor yang dapat dibuktikan, namun
imunitas sejati dapat terjadi pada subset tumor yang mengekspresikan antigen
imunogenik, misalnya tumor yang di induksi virus onkogenik yang
mengekspresikan antigen virus. Berbagai jenis virus yang dilaporkan menunjukkan
hubungan dengan tumor.
A. Imunitas
Humoral
Melalui
cara sebagai berikut:
1. lisis
oleh antibodi dan komplemen
2. opsonisasi
melalui antibodi dan komplemen
3. hilangnya
adhesi oleh antibodi
Meskipun
imunitas selular ada tumor lebih banyak berperan dibanfing imunitas humoral,
tapi tubuh membentuk juga antibody terhadap antigen tumor. Antibody tersebut
ternyata dapat menghancurkan sel tumor secara langsung atau dengan bantuan
komplemen atau melalui sel efektor ADCC. Yang terakhir reseptor Fc misalnya sel
NK dan makrofag (opsonisasi) atau dengan jalan memcegah adhesi sel tumor. Pada
penderita tumor sering ditemukan kompleks imun, tetapi pada kebanyakan tumor
sifatnya masih belum jelas. Antibody diduga lebih berperan terhadap sel yang
bebas (leukemia, metastase tumor) disbanding tumor padat. Hal tersebut mungkin
disebabkan karena antibody membentuk kompleks imun yang mencegah sitotoksisitas
sel T.
B. Imunitas
selular
Pada
pemeriksaan patologi anantomi tumor, sering ditemukan infiltrate sel-sel yang
terdiri atas sel fagosit mononuclear , limfosit, sedikit sel plasma dan sel
mast. Meskipun pada beberapa neuplasma, infiltrate sel mononuclear merupakan
indicator untuk prognosis yang baik, tetapi pada umumnya tidak ada hubungan
antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun dapat langsung
menghancurkan sel tumor tanpa sensitasi sebelumnya.
Limfosit
matang akan mengenal TAA dalam pejamu, meskipun TAA merupakan
self-protein yang disandi gen normal. Adanya limfosit yang self-raktif
nampaknya berlawanan dengan self-toleran. Bila sel B dan T menjadi matang dalam
sumsum tulang dan timus, limfosit yang terpajan dan berikatan dengan
self-antigen akan mengalami apoptosis . namun banyak yang self-antigen tidak di
ekspresikan dalam sumsum tulang dan timus. Oleh karena deletion sentral tidak
lengkap dan limfosit sel reaktif yang mengenal antigen tidak di ekspresikan
dalam sumsum tulang atau timus, maka sistem imun biasanya tidak responsive
terhadap antigen oleh karena ada dalam keadaan energy. Mengapa sel autoreaktif
dipertahankan dalam keadaan inaktif tidaklah jelas. Diduga limfosit anergik
tidak memberikan respon terhadap self-antigen dengan kadar yang di ekspresikan
pada keadaan normal oleh sel sehat, namun responsive terhadap peningkatan
ekspresif antigen pada sel tumor.
1. Cytolytic
Thymus-Dependent Lymphocytes (Ctls) = Cytotoxic T Cells
Banyak
studi menunjukkan bahwa tumor yang mengekspresikan antigen unik dapat memacu
CTL/Tc spesifik yang dapat menghancurkan tumor. CTL biasanya mengenal peptide
asal TSA yang diikat MHC-I. CTL tidak selalu efisien, disamping
respon CTL tidak selalu terjadi pada tumor.
CTLs, dapat
membunuh tumor setelah dipresentasikan oleh MHC kelas I. sebagai sel-sel
efektor utama dalam penolakan tumor cangkok dan tumor-tumor yang disebabkan
oleh DNA virus. CTLs dapat membunuh sel-sel target melalui 2 pathway :
a. Pathway
pertama, yang melibatkan sekresi protein dan protease serin
alami yang keduanya ada dalam granula unik
pada CTLs
b. Pathway kedua,
memerlukan cross-linked ligands
permukaan pada CTLs dengan
reseptor permukaan spesifik pada sel-sel tumor untuk merangsang apoptosis
sel-sel tumor (program kematian sel).
2. Sel
NK
Sel
NK adalah limfosit sitotoksik yang mengenal sel sasaran yang tidak antigen
spesifik dan juga tidak MHC dependen. Diduga bahwa fungsi terpenting sel NK
adalah anti tumor. Sel NK mengekspresikan FcR yang dapat mengikat sel tumor
yang dilapisi antibody dan dapat membunuh sel sasaran melalui ADCC dan
pengelepasan protease, perforin, dan granzim. Sel-sel NK dapat membunuh
sel-sel tumor tanpa mensintesa sebelumnya Antigen spesifik, aktivitas-nya tidak
memerlukan adanya MHC kelas I pada sel-sel target. Diperkirakan sel-sel NK
ambil bagian dalam pengawasan tumor yang mulai timbul dan juga terhadap
pertumbuhan metastatik tumor. NK, berkembang dalam bone marrow, kemudian
diperoleh dalam peripheral blood, sel pit (sinusoid liver)dan sinusoid limpa .
Dapat mensekresi interferon gamma, dan secara spontan membunuh sel
yang diinfeksi virus dan sel-sel tumor. Mempunyai reseptor yang berikatan
dengan bagian dari molekul IgG. Saat berikatan, sel-sel NK memasukkan suatu
protein ke sel target, menyebabkan sel target membengkak dan pecah.
Aktivasi
Sel NK dan ADCC
3. Makrofag
Memiliki
enzim dengan fungsi sitotoksik dan melepas mediator oksidatif
seperti superoksik dan oksida nitrit. Makrofag juga melepas TNF-α yang
mengawali apoktosis. Diduga makrofag mengenal sel tumor melalui IgG-R yang
mengikat antigen tumor. Makrofag dapat memakan dan mencerna sel tumor dan
mempresentasikannya ke sel CD4+. Jadi makrofag dapat berfungsi sebagai
inisiator dan efektor imun terhadap tumor.
Lebih
jelasnya, berikut penjelasan reaksi imunologi tubuh terhadap tumor:
Oleh
karena sel-sel tumor mempunyai antigen baru yang oleh mesin imunologik dianggap
bukan sebagai "self" antigen, maka lambat laun akan terjadi suatu
proses terbentuknya suatu reaksi imun terhadapnya. Pada prinsipnya reaksi imun
itu dapat dibagi atas dua bagian, yaitu pertama, dengan jalan terbentuknya
suatu molekul imunoglobulin yang mempunyai daya antibodi yang spesifik terhadap
TSTA, dan kedua, dengan jalan terbentuknya sel-sel limfosit yang sensitif
terhadap antigen itu. Dengan lain perkataan, didalam tubuh dapat terjadi dua
macam reaksi imunologik, yang satu dibawakan oleh system humoral dan yang lainnya
dibawakan oleh system sel.
Agar
respons imun dapat dimulai, maka antigen harus dilepaskan terlebih dahulu oleh
sel-sel tumor dan dengan aliran darah atau limfe, akhirnya sampai kedalam
limfonodus dan/atau limpa. Didalam organ-organ tersebut, antigen itu akan
diproses oleh sel-sel makrofag agar selanjutnya dapat bereaksi dengan sel-sel
limfosit. Sel ini, yang umumnya berasal atau berada dibawah pengaruh sumsum
tulang, dikenal sebagai sel limfosit-B (dari "Bone Marrow"), dan
setelah mengadakan kontak dengan antigen tersebut lambat laun sel ini akan
berkembang dan mengalami proses diferensiasi.
Sel
limfosit tersebut akhirnya akan menjadi sel yang matang dan siap untuk
mensintesa molekul imunoglobulin, yaitu suatu molekul yang 'mempunyai daya
antibodi yang spesifik; dalam hal ini, spesifik terhadap antigen sel tumor
tadi. Antibodi-antibodi yang dibentuk ternyata dapat mempunyai beberapa
aktifitas; dan dari sekian banyak antibodi, yang mempunyai hubungan dengan
pasang-surutnya pertumbuhan tumor hanya ada dua macam, yaitu "cytotoxic
antibody" dan "enhancement antibody". Antibodi yang pertama ini
dapat mengaktifkan sistem komplemen didalam peredaran darah. Biasanya antibodi
ini termasuk kelas IgG yang mempunyai sifat dapat mengikat sistem komplemen
tadi. Selanjutnya secara proses yang bertingkat, maka seluruh komponen didalam
sistem komplemen itu diaktifkan sehingga dapat berfungsi, yaitu dengan jalan
melakukan pengrusakan pada membran sel tumor.
Pada
"enhancement antibody" keadaan yang sebaliknya akan ditemukan; dalam
hal ini, justru dengan adanya antibodi tersebut, sel-sel tumor dapat tumbuh
dengan baik. Agaknya antibodi ini memperlihatkan suatu daya "blocking
efect" terhadap serangan imunologik yang dibawakan oleh sistem sel. Hal
ini disebabkan karena antibodi tersebut ternyata hanya bereaksi dengan TSTA
akan tetapi tidak mengaktifkan system komplemen. Dengan terjadinya reaksi
antara antigen dan antibodi itu, maka antigenik determinan pada TSTA justru
akan terlindung terhadap serangan sel-sel imun.
Antigen-antigen
tumor selain mengadakan kontak dengan sel-sel Iimfosit-B, juga dapat merangsang
sel-sel yang berasal atau berada dibawah pengaruh kelenjar timus; sel seperti
ini disebut sel-sel Iimfosit-T (dari "Thymus"). Sel tersebut bila
telah mengadakan kontak dengan antigenik determinan sel tumor, segera akan
berkembang dan melakukan diferensiasi sehingga menjadi suatu sel limfosit yang
peka atau sensitif. Nanti bila ada rangsangan antigen yang serupa untuk kedua
kalinya, sel tersebut akan segera bereaksi dengan jalan mengeluarkan suatu zat
yang disebut "Iymphokine". Zat ini mempunyai daya merangsang sel-sel
fagosit diseluruh tubuh; selain sel-sel tersebut akan memperbayak diri dan
mengadakan migrasi ketempat terjadinya tumor, juga dapat mengakibatkan sel-sel
itu melakukan penyerangan secara fagositosis.
Pengrusakan
jaringan oleh sistem sel ternyata lebih bermanfaat dan hebat daripada sistem
humoral. Adanya proses imun yang dibawakan oleh system sel ini, dapat
dibuktikan pada binatang percobaan, yaitu dengan jalan memindahkan sel-sel
limfosit yang peka dari hewan yang imun ke hewan yang tidak imun. Hewan yang
menerima sel tersebut segera akan memperlihatkan suatu reaksi imunologik. Pada
hewan-hewan yang telah dilakukan suatu timektomi atau pada penderita yang
mempunyai kelainan pada kelenjar timusnya, tidak akan memperlihatkan suatu
reaksi imun sel; dan biasanya pada hewan atau penderita semacam itu akan lebih
mudah terjangkit tumor.
Peran
respon imun dalam menangkal tumor
Sel
tumor kebanyakan terbentuk pada keadaan system imun tersupresi, ketika tidak
ada respon imun sel T, sel tumor yang seringkali muncul pada keadaan tersebut
adalahlymphoproliferative.
Efektivitas
respon imun dalam melawan sel tumor
1. Sel
tumor berada pada situs daerah istimewa. Mata dan jaringan dari nervous system
adalah bagian dari situs istimewa yang kemudian keberadaan sel tumor ini akan
hancur oleh respon system imun.
2. Modulasi
antigen dari antien tumor respon imun akan merusak seluruh antigen sel tumor.
3. Kehadiran
dari “blocking” factor proses penghancuran sel tumor oleh komponen dari system
imun merupakan blockade sel tumor tersebut dari sirkulasi atau perputaran sel
tumor dalam tubuh.
4. Supresor
T limfosit antigen spesifik supresor sel T berperan dalam regulasi system imun.
5. Imun
supresi oleh sel tumor sel tumor memproduksi prostaglandin, yang dapat mengurangi
sensitivitas respon imun.
6. Pertumbuhan
pesat dari sel tumor respon imun dan komponen-komponenya mempunyai keterbatasan
dalam menghancurkan sel tumor, hal ini dapat terjadi pada saat system imun
sdang lemah atau sel tumor dan mekanisme pertumbuhannya dapat”mengelabui”
system imun.
F.
Usaha
Tumor Menghindari Sistem Imun
Kemampuan
sistem imun dalam mendeteksi dan menghancurkan sel tumor disebutimmune
surveillance.
Tumor
dapat mengelabui sistem imun dengan berbagai macam cara
1. Tumor
dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki peptide
atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC, oleh karena itu
sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang abnormal. Sel tumor lain tidak
memiliki satu atau lebih molekul MHC, dan kebanyakan tidak mengekspresikan
co-stimulatory protein yang dibutuhkan untuk dapat mengaktivasi sel T.
2. Beberapa
sel tumor memproduksi faktor-faktor seperti TGF-β yang dapat secara langsung
menghambat aktivitas sel T. Didalam tubuh manusia atau hewan, sebenarnya
terdapat dua proses yang saling bertentangan, yaitu proses pertumbuhan tumor
dan proses penolakan tumor oleh sistem imunologik tubuh. Sebenarnya hal ini
dapat diumpamakan sebagai suatu timbangan yang terdiri daripada kedua proses
tersebut, proses yang satu disebelah kanan dan lainnya disebelah kiri. Jadi
bila anak timbangan lebih berat pada reaksi imunologiknya, maka tumor tidak
akan tumbuh, dan sebaliknya, bila anak timbangan lebih berat pada pertumbuhan
tumor, maka tumor tersebut akan lebih leluasa dan cepat tumbuhnya.
Perubahan-perubahan
pada respons imun atau keadaan-keadaan yang mengakibatkan lumpuhnya reaksi
imunologik sehingga menyebabkan suatu tumor dapat tumbuh tanpa mendapat suatu
gangguan, dapat disebabkan oleh beberapa faktor atau hal, yaitu antara Iain,
a. Umur
Umur
sangat mempengaruhi kematangan system mimun respons didalam tubuh. Pada umur
yang muda hingga dewasa, kapasitas imunitas akan mencapai puncaknya dan lambat
laun akan menurun terutama pada usia yang agak lanjut.
b. Genetika
Bila
ada kelainan-kelainan genetika, terutama yang menyerang mesin imunologik dan
komponen- komponen imun sel dan humoral, dapat mengakibatkan fungsi imunologik
yang abnormal pula.
c. Defisiensi
imunologik
Terjadinya
kekurangan pada faktor-faktor imunologik, sehingga reaksi kekebalan tidak
sempurna. Pada keadaan-keadaan seperti hipogamaglobulinemia,
ataksi-telangiektasia dan lain-lain, akan ditemukan frekwensi tumor yang lebih
tinggi daripada orang-orang yang normal.
d. lmunosupresif
Bila
sistem imunologik tertekan, umpamanya disebabkan oleh obat-obatan
(azathioprine, 6- mercaptopurine dll), radiasi atau serum antilimfosit, maka
akan mengakibatkan suatu kelainan dalam daya tangkap terhadap rangsangan anti
gen.
e. Toleransi
Antigen-antigen
yang spesifik seperti pada permukaan sel tumor, kadang-kadang sangat lemah,
sehingga tidak cukup untuk dapat merangsang sistem respons imun.
Antigen-antigen yang lemah ini terutama ditemukan pada tumor-tumor yang
disebabkan oleh virus-virus yang mempunyai periode laten yang panjang,
sedangkan virus-virus dengan periode laten yang pendek, keantigenannya kuat
sekali.
f.
"Blocking efect"
Hal
ini telah diterangkan diatas, yaitu adanya antibodi yang justru melindungi TSTA
dari serangan sel-sel limfosit.
G. Keganasan Sistem Imun
1. Penyakit
limfoproliferatif
Kelainan
limfoproliferatif yaitu lekemia limfoid dan limfoma maligna merupakan keganasan
sel limfoid yang terjadi pada tahap diferensiasi yang berbeda. Tumor sistem
imun dapat dibagi menjadi limfoma atau leukemia. Limfoma adalah kanker yang
berasal dari jaringan limfoid mencakup system limfatik dan imunitas tubuh.
Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran
kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali dan kelainan sumsum tulang.
Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodul yaitu diluar system limfatik dan
imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit dan organ lain.
Perbedaannya dengan leukemia, limfoma berproliferasi sebagai tumor padat dalam
jaringan limfoid seperti sumsum tulang, KGB dan timus. Sedangkan
leukemia cenderung berproliferasi sebagai sel tunggal dan ditemukan
dari peningkatan jumlah sel dalam darah atau kelenjar limfe. Leukemia dapat
berkembang dalam jaringan limfoid atau myeloid. Pada lomfoma sel abnormal hanya
ditemukan dalam jaringan (kelenjer limfoid dan limfa). Namun pada beberapa
kasus kurang adekuat membedakan keduanya.
a. Limfoma
Hodgkin
Penyakit Hodgkin adalah keganasan system limforetikuler dan jaringan
pendukungnya yang sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai gambaran
histopatologi yang khas. Ciri histopatologis yang dianggap khas adalah adanya
sel Reed –Steinberg atau variannya yang disebut sel Hodgkin dan gambaran
pleimorfik kelenjar getah bening
Klasifikasi
Tipe
utama
|
Sub-tipe
|
Frekuensi
|
Bentuk
lymphocyte predominance (LP)
|
Nodular
Difus
|
}5%
|
Bentuk
nodular sclerosis (NS)
|
70-80%
|
|
Bentuk
Mixed Cellulating (MC)
|
10-20%
|
|
Bentuk
Lymphocyte Depletion (LD)
|
Reticular
Fibrosis
difus
|
}1%
|
b. Limfoma
non Hodgkin’s
Adalah
kanker yang berasal dari sistem limfatik, disease ini melewati jaringan dan
menyebar ke seluruh tubuh. Pada non Hodgkin’s limfoma, tumor berkembang dari
sel darah putih. Tumor ini dapat tumbuh dari tempat yang berbeda-beda di
tubuh. Hodgkin adalah suatu keganasan primer jaringan limfoid yang
bersifat padat.
Non
Hodgkin’s limfoma terjadi tujuh kali lebih sering dibanding dengan limfoma tipe
lain. Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Lebih dari 45.000
pasien didiagnosis sebagai limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika
Serikat. Limfoma non Hodgkin, khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa
ditemukan pada pasien dengan keadaan defisiensi imun dan yang mendapat
obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan transplantasi ginjal dan
jantung.
c. limfoma
angioimunoblastik
Sering
ditemukan adanya anemia hemolitik autoimun dan hipergamaglobulinema. Histology
kelenjar limfoid menunjukkan adanya infiltrate campuran limfoid dengan
pembentukan pembuluh darah kecil.
d. Limfoma/leukemia
sel T dewasa
Leukemia
jenis ini sering ditemukan di karibia dan Jepang. Ditimbulkan oleh virus HTCL
tipe 1 yang ditandai dengan proliferasi CD4 yang aktif mengekspresikan CD25.
e. Leukemia
limfositik kronis
Tes
diagnostic dilakukan dengan phonetyping limfosit. Pada 95% kasus ditemukan sel
yang berasal dari sel B (B-CLL). Sel tersebut menunjukkan ekspresi CD5 yaang
biasa ditemukan pada antigen panT (CD19+, CD5+). Beberapa sel tersebut juga
ditemukan pada neonates dan beberapa penyakit autoimun.
f. Hairy cell leukaemia (HCL)
HCL
merupakan penyakit limfoproliferatif sel B yang lain yang cendrung ditemukan
pada usia lanjut. Lebih banyak ditemukan pada pria daripada wanita. Sering
ditemukan pansitopeia dan sel limfoid dengan penampilan “hairy” yang
ditimbulkan oleh proyeksi sitoplasma halus yang banyak. Fibrosis sumsum tulang
dapat terjadi dan limfosit menunjukkan ekspresi molekul adhesi CD11c yang
anormal.
g. Common acute
lymphoblastic leukemia
Call
berasal dari sel B yang berkembang menjadi sel plasma dan sangat agresif. Tanpa
terapa, c ALL dapat menimbulkan kematian dalam beberapa minggu setelah
diagnosis ditegakkan. Myeloma berasal dari sel plasma matang, tumbuh perlahan,
meepas immunoglobulin monoclonal dan penderita dapat hidup bertahun-tahun tanpa
terapi.
h. Mikosis
fungoides
Mikosis
fungoides merupakan limfona sel T kulit yang khas mengenai pria usia
pertengahan. Sela ganas adalah sel T CD4 dengan nucleus yang menunjukkan
gambaran yang tidak normal. Meskipun definisi mikosis fungoides terbatas pada
kulit namun dapat menjadi sistemik yang ditandai dengan limfadenooati,
splenomegali, dan leukemia yang disebut sindrom sezary.
i. Myeloma
multiple
Myeloma
multiple (MM) ditemukan terutama pada usia diatas 70 tahun, lebih banyak
daripada pria disbanding wanita. Dalam serum ditemukan paraprotein yaitu suatu
immunoglobulin abnormal yang diproduksi klon sel B yang ganas. Myeloma igG
merupakan yang terbanyak (37%), igA (27%), igD (1,5%), igM (0,2%), dan igE
(0,1%).
j. Gamotapi monoclonal
Gamotapi
monoclonal adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan paraprotein yang
tidak memilki cirri paraprotein yang ganas. Diduga bahwa stimulasi imun
menimbulkan proliferasi selektif klon sel B.
k. Makroglobulinemia
waldenstrom
Merupakan
suatu penyakit yang umumnya terjadi pada usia sangat lanjut, yaitu diatas 80-90
tahun. Namun kini mulai banyak ditemukan pada usia yang lebih muda. Penyakit
ini ditandai dengan perkembangan paraprotein igM.
l. Krioproteinemia
Krioprotein
(termasuk kriogglobulin dan fibrinogen) merupakan serum protein abnormal yang
akan diendapkan pada suhu dibawah normal. Protein ini selanjutnya akan
membentuk kompleks imun dan secara parsial mengktifkan jalur komplemen klasik.
Kadar C4 serum yang rendah disertai C3 normal merupakan temuan yang khas pada
krioproteinemia, yang terjadi sebagai akibat aktifasi jalur klasik yang tidak
sempurna pada fase cair.
2. Keganasan
Yang Disebabkan Virus
Virus
herpes dan virus retro menginfeksi sel tanpa menimbulkan sitolisis atau
membunuhnya. Virus dapat memacu pertumbuhan sel terinfeksi yang tidak
terkontrol. EBV dapat menimbulkan infeksi mononucleosis/glandular fever,
limfona dan karsinoma nasofaringeal, limfona yang dipacu EBV sering terjadi
pada penderita dengan imunodefisiensi dan daerah malaria. EBV memproduksi
protein yang merangsang pertumbuhan sel terinfeksi tidak terkontrol dan
mencegah apoptosis.
Infeksi
virus lainnya seperti virus herpes 8 (HV8) dapat menimbukkan sarcoma Kaposi
pada individu dengan imunodefisiensi. Keganasan sel T jarang
terjadi. Bila terjadi sering disebabkan virus T limfotropik (HLC1), suatu
retrovirus yang menyandi protein tax dan menunjukkan efek serupa dengan IL-2
(factor pertumbuhan sel T). HLV1 jarang terjadi dinegara berkembang.
H. Imunodiagnosis
Dapat
dilakukan dengan tujuan:
1. Menemukan
Ag spesifik terhadap sel tumor.
2. Mengukur
RI pejamu terhadap sel tumor.
Sel
tumor dapat ditemukan dalam sitoplasma. Ciri-ciri suatu tumor dapat ditentikan
dari sitopasma permukaan sel atau produk yang dihasilkan atau dilepasnya yang
berbeda baik dalam sifat maupun dalam jumlah disbanding orang normal.
Pertanda
tumor mempunyai sifat antigen yang lemah. Adanya antibody monoklonal telah
banyak membantu dalam imunodiagnosis sel tumor dan produknya. Sampai sekarang,
imunodiagnosis tumor belum dapat dipraktekkan untuk menemukan tumor dini,
tetapi mempunyai arti penting di klinik dalam memantau progres atau regresi
tumor tertentu.
Imunodiagnosis
tumor
1. Deteksi
sel tumor dan produknya dengan cara imunologik
a. Protein
mieloma Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
b. Alfa
Feto Protein (AFP pada kanker hati)
c. Antigen
karsinoembrionik (CEA pada kanker gastrointestinal)
d. Deteksi
antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan immunoimaging)
2. Deteksi
respons imun anti-tumor
a. Antibodi
antitumor
b. CMI
antitumor
c. Tumor
Marker (Petanda Tumor)
Petanda
tumor adalah suatu substansi yang dapat ditemukan dalam tubuh karena adanya
kanker, biasanya ditemukan dalam darah atau urine, yang diproduksi langsung
oleh sel-sel kanker atau tubuh sendiri sebagai respon terhadap adanya kanker
atau kondisi lain. Mayoritas petanda tumor adalah protein.
Petanda
tumor ini ada beberapa macam. Beberapa hanya terdapat dalam satu jenis kanker,
lainnya bisa terdapat dalam beberapa jenis kanker. Marker ini didaatkan dengan
memeriksa darah atau urine menggunakan antibodi manusia yang akan bereaksi
dengan protein spesifik dari tumor tersebut.
Petanda
tumor ini sangat berguna untuk skrining dan deteksi awal kanker. Skrining
digunakan pada pasien sehat yang tidak memiliki keluhan maupun gejala klinis.
Sedangkan deteksi awal berarti menemukan kanker pada stadium awal, sebelum
penyebaran dan masih berespon baik terhadap pengobatan.
Manfaat
kedua dari petanda tumor adalah membantu menentukan jenis kanker dan membantu
diagnosis penyebaran tumor ketika tumor primer(asal)nya belum diketahui.
Petanda tumor biasanya tidak digunakan untuk mendiagnosis kanker, pada banyak
kasus, kanker hanya didiagnosis dengan biopsi. Petanda tumor juga dapat
digunakan untuk menunjukkan agresivitas kanker seseorang atau seberapa baik
responnya terhadap obat tertentu. Hal ini mengingat beberapa jenis kanker
menyebar lebih cepat dibanding kanker yang lain.
Tumor
marker juga digunakan untuk mendeteksi adanya kekambuhan (relaps) kanker
setelah terapi. Beberapa wanita yang sudah mendapatkan terapi untuk tumor
payudara selama bertahun-tahun, tetap harus melakukan pemeriksaan kadar Ca
15-3. Hal ini kadang dapat mendeteksi berulangnya kanker bahkan sebelum
munculnya gejala klinis atau terbukti dari pemeriksaan MRI, pada kasus kanker
colorectal, pemeriksaan CEA juga dapat mendeteksi kekambuhan. Dan yang paling
penting dari manfaat petanda tumor adalah untuk monitoring erapi kanker,
utamanya pada kanker stadium lanjut. Jika petanda tumor yang diperiksa spesifik
dengan jenis kanker, akan sangat mudah untuk mengetahui rspon terapi daripada
harus melakukan foto toraks ulang, CT scan, bone scan atau pemeriksaan lain
yang relatif lebih mahal. Jika kadar petanda tumor menurun, hampir selalu
merupakan indikasi keberhasilan terapi, begitu juga sebaliknya.
PETANDA TUMOR SPESIFIK
A. Alpha
fetoprotein(AFP)
Sangat
berguna untuk mengertahui responds terapi pada kanker hati ( Karsinoma
Hepatoseluler ).Kadar normal AFP biasanya <20ng/ml. Kadar AFP akan meningkat
pada dua dari tiga pasien dengan kanker hati, kadar AFP ini akan meningkat
seiring dengan bertambahnya ukuran tumor. Pada pasien dengan kanker hati, kadar
AFP meningkat hingga >500ng/ml tapi perlu diwaspadai pula bahwa kadar AFP
juga meningkat pada hepatitis akut dankronis tapi kadarnya jarang melebihi
100ng/ml. Kadar AFP juga meningkat pada kanker testis tertentu dan kanker
ovarium tertentu meskipun jarang.
B. CA
15-3
Petanda
tumor ini biasanya digunakan untuk monitoring kanker payudara. Peningkatan
kadarnya dijumpai <10% pasien dengan stadium awal dan sekitar 70% pasien
dengan stadium lanjut. Kadarnya akan turun seiring dengan berhasilnya
pengobatan.
C. CA
125
Merupakan
petanda tumor standar untuk monitoring selama atau setelah terapi kanker epitel
ovarium yang merupakan jenis kanker epitel ovarium tersering. Lebih dari 90%
wanita dengan kanker ovarium stadium lanjut memiliki kadar CA 125 yang tinggi.
D. CA
19-9
Sebenarnya
petanda ini dikembangkan untuk kanker kolorectal, tapi ternyata lebih sensitif
terhadap kanker pankreas. Kadar normal <37 U/ml, kadar yang tinggi pada awal
diagnosis menunjukkan stadium lanjut dari kanker.
E. Carcinoembryonic
antigen (CEA)
Petanda
tumor untuk monitoring pasien dengan kanker kolorektal selama atau setelah
terapi, tetapi tidak bisa dipakai untuk skrining atau diagnosis. Kadarnya
bervariasi antar laboratorium, tapi kadar >5ng/ml dapat dikatakan abnormal.
F. Human
chorionic gonadotropin (HCG)
Petanda
tumor untuk monitoring pasien dengan kanker kolorektal selama atau setelah
terapi, tetapi tidak bisa dipakai untuk skrining atau diagnosis. Kadarnya
bervariasi antar laboratorium, tapi kadar >5ng/ml dapat dikatakan abnormal.
Human chorionic gonadotropin (HCG) Juga dikenal sebagai beta-HCG. Kadarnya meningkat pada pasien dengan beberapa jenis kanker testis dan ovarium dan kanker choriocarcinoma. Kadar HCG ini dapat membantu diagnosis, monitoring terapi juga mendeteksi berulangnya kanker pasca terapi. Prostat-specific antigen (PSA)
Human chorionic gonadotropin (HCG) Juga dikenal sebagai beta-HCG. Kadarnya meningkat pada pasien dengan beberapa jenis kanker testis dan ovarium dan kanker choriocarcinoma. Kadar HCG ini dapat membantu diagnosis, monitoring terapi juga mendeteksi berulangnya kanker pasca terapi. Prostat-specific antigen (PSA)
Adalah
petanda tumor untuk kanker prostat. Satu-satunya marker untuk skrining kanker
jenis umum. Kadarnya meningkat pada kanker prostat dankadang-kadang pada Benign
prostat hiperplasia (BPH). Kadar PSA < 4 ng/ml menunjukkan bukan kanker,
kadar >10ng/ml mengindikasikan adanya kanker, sedangkan kadar 4-10 ng/ml
merupakan daerah abu-abu dan biasanya perlu dilakukan biopsi atau diperiksakan
free PSA, jika free PSA meningkat >25% dari total PSA kemungkinan besar
tidak ada kanker prostat, tapi apabila kenaikan free PSA < 10%, kemungkinan
terjadi kanker prostat lebih besar.
I. Pendekatan Terapi
Pada Tumor
Hingga
sekarang didalam klinik telah ditemukan beberapa tumor yang dapat menghilang
atau mengecil secara spontan tanpa diberi obat atau dioperasi. Hal ini telah
terjadi, umpamanya pada tumor-tumor neuroblastoma, melanoma, adenokarsinoma,
limfoma dan lain-lain. Mekanisme daripada daya pertahanan tubuh diduga memegang
peranan penting dalam proses tersebut. Oleh karena pengalaman-pengalaman di
klinik seperti itu dan juga bukti-bukti pada binatang percobaan, maka dipandang
dari sudut ilmu kedokteran pencegahan, mungkin sekali dikemudian hari para ahli
dapat membuat suatu vaksin tumor. Umpamanya imunisasi secara aktif dapat
dilakukan dengan memberikan kumpulan-kumpulan daripada antigen yang spesifik
tumor, sehingga selang beberapa waktu akan timbul suatu reaksi imunologik yang
sewaktu-waktu siap untuk menyerang sel tumor yang sedang tumbuh. Disamping ini,
maka kita dapat juga memberikan serum yang sudah mengandung antibodi yang spesifik
terhadap sel tumor. Sayangnya untuk dapat melakukan kedua prosedur ini,
imunisasi aktif dan pasif, masih terlalu banyak rintangannya. Yang pertama,
kita masih dihadapkan kepada persoalan-persoalan dasar yang penting, yaitu
antara lain, berapa dosis yang harus diberikan, bagaimana cara pemberian
antigen, dalam bentuk apa antigen tersebut diberikan, bagaimana cara
mendapatkan antigen yang murni dan lain-lain, yang kesemuanya memegang peranan
dan tidak dapat diabaikan begitu saja bila kita hendak membentuk antibodi yang
mempunyai sifat-sifat sitotoksis yang spesifik terhadap sel tumor. Yang kedua,
yaitu kesulitan pada imunisasi secara pasif ialah pemberian protein asing yang
sering menyebabkan reaksi hipersensitif; selain ini, kita juga harus
mempersiapkan berbagai macam antibodi dengan spesifisitas yang tertentu.
Oleh
karena daya penolakan terhadap tumbuhnya tumor lebih bermakna pada reaksi imun
yang dibawakan oleh sistem sel, maka para sarjana telah memikirkan pula
kemungkinan-kemungkinannya untuk membuat dan mempergunakan sel-sel limfosit
yang sudah peka terhadap sel tumor, sehingga dapat diimunisasikan secara pasif
kedalam tubuh penderita. Pada binatang percobaan, hal ini telah dapat dilakukan
dan hasilnya sangat memuaskan. Untuk dapat dilakukan pada manusia, agaknya
masih memerlukan hasil-hasil penyelidikan yang lebih teliti lagi. Disamping itu
untuk mendapatkan sel-sel Iimfosit yang sudah sensitive spesifik terhadap sel
tumor tertentu sangat sulit oleh karena sulitnya mendapatkan penderita dengan
tumortumor tertentu serta dapat dijadikan donor.
J.
Macam-macam terapi pada tumor
1. Khemoterapeutika sitostatika
Menyebabkan
pemusnahan atau perusakan sel tumor. Tidak spesifik, menyerang jaringan yang
mempunyai laju pembelahan tinggi (sumsung tulang, kelenjar testes, mukosa usus,
rambut)
2. Operasi
Paling
efektif dan cepat untuk tumor yang belum menyebar
3. Terapi Radiasi
Merusak
sel yang membelah dengan cepat.
4. Khemoterapi
Digunakan
secara oral atau injeksi dan dikombinasikan dengan terapi lainnya.
5. Terapi
Hormon
Terapi
hormon diberikan untuk menghambat hormon tertentu yang mendukung pertumbuhan
sel kanker
6. Imunoterapi
Menggunakan
sistem imun tubuh untuk menyerang sel kanker dan melindungi tubuh.
a) Antibody
monoclonal
Antibodi
monoklonal adalah zat yang diproduksi oleh sel gabungan tipe tunggal yang
memiliki kekhususan tambahan. Ini adalah komponen penting dari sistem kekebalan
tubuh. Mereka dapat mengenali dan mengikat ke antigen yang spesifik. Pada
teknologi antibodi monklonal, sel tumor yang dapat mereplikasi tanpa henti
digabungkan dengan sel mamalia yang memproduksi antibodi. Hasil penggabungan
sel ini adalah hybridoma, yang akan terus memproduksi antibodi. Antibodi
monoklonal mengenali setiap determinan yang antigen (bagian dari makromolekul
yang dikenali oleh sistem kekepalan tubuh / epitope). Mereka menyerang molekul
targetnya dan mereka bisa memilah antara epitope yang sama. Selain sangat
spesifik, mereka memberikan landasan untuk perlindungan melawan patogen.
Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik
seperti : mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan
antibodi auto, mengukur protein dan level drug pada serum, mengenali darah dan
jaringan, mengidentifikasi sel spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan
dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi hormon.
b) Manipulasi
sinyal kostimulator untuk meningkatkan imunitas
Imunitas
tumor dapat ditingkatkan dengan memberikan sinyal kostimulator yang diperlukan
untuk mengaktifkan precursor CTL. Oleh karena antigen melanoma memiliki
sejumalah berbgai tumor, diduga dapat dibuat panel cell line melanoma B7 yang
ditranfeksi untuk ekspresi antigen tumor dan HLA . Antigen tumor
yang diekspresikan tumor penderita dapat ditentukan, selanjutnya penderita
dapat divaksinasi dengan cell line B7 yang ditranfeksi dan diradiasi yang
mengekspresikan antigen tumor yang sama.
c) Imunotoksin
Imunoterapi
dengan mAb terhadapa TAA telah dicoba bersama toksin yang dapat mencegah proses
seluler atau bersama radioisotp yang membantu menbunuh DNA dan melepas partikel
dengan energy tinggi. Namun dosis yang diperlukan tinggi dan toksik untuk
sumsum tulang. Cara pemberian antibody ini belum berhasil.
d) Sitokin
Dapat
meningkatkan respon imun terhadap tumor. Isolasi dan mengklon berbagai gen
sitokin dapat menghasilkan sitokin dalam jumlah besar. Kesulitan dalam terapi
sitokin ini adalah jaring sitokin yang sangat kompleks yang sangat menyulitkan
untuk mengetahui letak intervensinya yang tepat.
e) Peningkatan
aktivitas APC
Dapat
memodulasi imunitas tumor. Sejumlah ajuvan seperti M.Bovis (BCG) dan K. Parvum
digunakan alam booster imunitas tumor yang meningkatkan aktivasi makrofag,
ekspresi berbagai sitokin, molekul MHC-II, dan molekul konstimulator B7.
Makrofag yang diaktifkan merupakan activator Th yang lebih baik sehingga secara
keseluruhan meningkatkan respon humoral dan seluler.
f) Vaksinasi
dengan SD
Beberapa
sel dendritik imatur dapat memfagositosis antigen lebih efektif disbanding sel
dendritik matang. Pemberian sel imatur tersebut akan dapat meninduksi respon
anti tumor CTL yang lebih baik. Pemberian SD yang ditransfeksi dengan RNA asal
sel tumor dapat menginduksi ekspansi sel T tumor spesifik. Cara alernatif
menggunakan monosit CD4+ dari darah perifer yang menghasilkan SD atas
pengaruh GM-CSF dan IL-4.
g) Imunoterapi
aktif
Telah
digunakan dalam usaha mencegah anergi sel T. anergi terjadi bila antigen tumor
dipresentasikan ke sel T tanpa bantuan molekul kostimulator.jalan mudah untuk
melakukan hal itu ialah dengan menginfuskan sitokin.
h) Imunisasi
dengan antigen virus
Imunisasi
ini berdasarkan atas adanya beberapa jenis tumor yang ditimbulkan virus
onkogenik.
7. Lymphokine
active killer cells
CTC/Tc
dapat diaktifkan di luar tubuh dan kemudian diinfuskan kembali dengan atau
tanpa IL-2. Limfosit perifer dibiakkan dengan IL-2 untuk memperoleh sel LAK
sitotoksis yang diaktifkan. Sel tersebut tidak lain adalah sel NK, jadi tidak
mempunyai spesifisitas sel T, tetapi hanya bereaksi dan membunuh sel tumor saja
yang tidak atau sedikit mengeskpresikan MHC-1. Cara tersebut menunjukkan
toksisitas yang bermakna.
8. Tumor
infiltrating lymphocyte
Pada
pemeriksaan histology tumor padat ditemukan infiltrasi sel. TIL tersebut
terutama terdiri atas makrofag dan limfosit yangberupa sel NK dan CTL. Seperti
halnya dengan LAK, TIL diperoleh dari penderita dengan
tumor, diaktifkan denga IL-2. TIL adalah limfosit CD8+ yang
diperoleh dari tumor penderita yang beberapa diantaranya spesifik untuk tumor.
Cara yang juga menginfuskan kembali ke penderita dengan atau tanpa IL-2 ini
menunjukkan toksisitas yang berarti.
9. Macrophage
activated killer cells
Pendekatan
lain yaitu menggunakan sitokin dan makrofag yang diaktifkan. Monosit diisolasi
dari arah perifer penderita dengan tumor, dibiakan in vitro denga sitokin
(IFN_γ) yang mengaktifkan sel dan meningkatkan sitotoksitas sebelum diinfuskan
kembali ke penderita. Meskipun sel yang diperoleh sangat sitotoksik dan
fagositik, namun nonspesifik.
10. Terapi gen
Terapi
gen ditunjukkan untuk melokasikan sitokin ke tempat yang diperlukkan. Bila
sitokin hanya ditujukkan ke tempat tumor, akan mengurangi efek samping
sistemik. Cara ini dilakukan dengan mengangkat sel tumor lalu dilakukan transfeksi
dengan gen sitokin,. Bila sel tersebut diinfuskan kembali sel tumor tersebut
akan mensekresi sitokin seperti IL-2 atau IFN-γ, sehingga dapat menngaktifkan
sel T. bila sel T sudah memberikan espon terhadap transfected cell dan menjadi
sel memori akan mempunyai kemampuan membunuh sel untuk waktu yang lama. Sampai
sekarang cara itu belum menunjukkan hasil efektif, baik yang diberikan sendiri
atau yang diberikan bersamaan dengan kemoterapi, radioterapi atau operasi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pengetahuan yang didapat diatas dapat disimpulkan bahwa:
1.
Inseminasi buatan dengan sel sperma dan ovum
dari suami istri sendiri dan tidak ditransfer embrionya kedalam rahim wanita
lain(ibu titipan) DIPERBOLEHKAN oleh islam,jika keadaan kondisi suami istri yang
bersangkutan benar-benar memerlukan.Dan status anak hasil inseminasi macam ini
sah menurut Islam.
2.
Inseminasi buatan dengan sperma dan ovum donor
DIHARAMKAN oleh Islam.Hukumnya sama dengan Zina dan anak yang lahir dari hasil
inseminasi macam ini statusnya sama dengan anak yang lahir diluar perkawinan
yang sah.
3.
Pemerintah
hendaknya melarang berdirinya Bank Nutfah(Sperma) dan Bank Ovum untuk perbuatan
bayi tabung,karena selain bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.Juga
bertentangan dengan norma agama dan moral,serta merendahkan harkat manusia
sejajar dengan hewan.
4.
Pemerintah
hendaknya hanya mengizinkan dan melayani permintaan bayi tabung dengan sel
sperma dan ovum suami istri yang bersangkutan tanpa ditransfer kedalam rahim
wanita lain dan seharusnya pemerintah hendaknya juga melarang keras dengan
sanksi-sanksi hukumannya kepada dokter dan siapa saja yang melakukan inseminasi
buatan pada manusia dengan sperma atau ovum donor.
B. Saran
Makalah
ini semoga berguna bagi pembaca, khususnya bagi mahasiswa namun manusia
tidaklah ada yang sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan
guna memperbaiki makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
http://keperawatanreligionnovihermawati.wordpress.com/
Seniawan, Conny dkk. 2007.
Panorama Filsafat. Jakarta Selatan: 2007
Comments
Post a Comment