BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dalam
bidang imunologi, kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen.
Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein
racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka
sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat
anti yang dibuat tubuh disebut antibodi Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan
antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk.
Pada
umumnya, tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang
kuat ialah jenis kuman ganas. Karena itu anak akan menjadi sakit bila
terjangkit kuman ganas. Salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi (AKB)
adalah karena penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Imunisasi adalah
pencegahan penyakit terhadap infeksi yang mutlak harus dilakukan pada bayi
sedini mungkin, guna mempertahankan kualitas hidupnya.
Imunisasi
atau vaksin merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk memberikan kekebalan
pada bayi, anak dan balita dalam keadaan sehat. Secara alamiah tubuh juga
memiliki pertahanan terhadap berbagai kuman yang masuk. Hal ini tentunya peran
orang tua atau calon orang tua sangatlah penting untuk mengetahui tentang
hakekat imunisasi itu sendiri. Atas dasar inilah, maka penyusun menyusun makalah
ini dengan tujuan untuk memberikan informasi kepada para calon orang tua maupun
orang tua mengenai imunisasi dan vaksin.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud dengan imunisasi dan vaksin?
2. Apa
tujuan dan manfaat dari imunisasi?
3. Apa
saja jenis-jenis imunisasi?
4. Bagaimana
cara imunisasi?
5. Bagaimana
efek yang ditimbulkan dari vaksinasi?
6. Bagaimana
hubungan antara imunologi dan imunisasi/vaksinasi?
7. Bagaimana
hubungan imunisasi/vaksinasi dengan agama?
C.
Tujuan
Makalah
Adapun
tujuan dari penyusunan makalah ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan imunisasi dan vaksin.
2. Untuk
mengetahui tujuan dan manfaat dari imunisasi.
3. Untuk
mengetahui jenis-jenis imunisasi.
4. Untuk
mengetahui cara imunisasi.
5. Untuk
mengetahui efek yang ditimbulkan akibat dari vaksinasi.
6. Untuk
mengetahui hubungan antara imunologi dan imunisasi/vaksinasi.
7. Untuk
mengetahui hubungan imunisasi/vaksinasi dengan agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Imunisasi dan Vaksin
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), imunisasi diartikan “pengebalan” (terhadap
penyakit). Kalau dalam istilah kesehatan, imunisasi diartikan pemberian vaksin
untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Biasanya imunisasi bisa diberikan
dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima
tahun).[1]
Vaksin
adalah senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif dan
meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit. Proses penyuntikan vaksin
kedalam tubuh di sebut vaksinasi. Vaksin ditemukan oleh Edward Jenner pada
tahun 1796. Vaksin terbuat dari virus
yag telah dimatikan atau dilemahkan dengan menggunakan bahan-bahan tambahan
lainnya seperti formalaldehid, thymerosal dan lainnya. Vaksin dapat juga berupa
organisme mati atau hasil-hasil pemurniannya seperti dalam bentuk protein,
peptida, partikel serupa virus, dsb. Vaksin yang paling terkenal adalah vaksin
cacar, polio, dan lain-lain. Saat ini telah tersedia sekitar 23 jenis vaksin,
dan masih banyak vaksin baru lain yang sedang dalam proses penelitian dan
pengembangan, seperti misalnya vaksin HIV AIDs, vaksin demam berdarah dengue,
vaksin malaria, vaksin TBC baru.[2]
Prinsip
pemberian imunisasi dalam hal ini adalah memasukkan kuman yang telah dilemahkan
ke dalam tubuh yang fungsinya untuk menangkal penyakit. Cara pemberian
imunisasi ini adalah melalui suntikan ataupun oral (lewat mulut). Melalui
imunisasi, beberapa penyakit bisa dilenyapkan seperti halnya penyakit cacar di
tahun 1970-an. Sejarah pun telah mencatat, bahwasannya imunisasi menyelamatkan
banyak generasi dan memperpanjang kemungkinan hidup seseorang. Di Indonesia,
program imunisasi mulai dikenalkan pada 1956.[3]
B.
Tujuan
dan Manfaat Imunisasi
1. Tujuan
Imunisasi
Tujuan dari imunisasi adalah :[4]
a. Mencegah penyakit difteri. Difteri
adalah penyakit yang bermula dari infeksi pada hal ini terkadang nyaris tanpa
disertai radang tenggorokan yang menyebabkan saluran pernapasan tersumbat,
kerusakan jantung dan kematian. Serta bisa menyebabkan infeksi paru-paru dan
kerusakan otak .
b. Mencegah terjadinya pertusis.
Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak balita. Penyebab penyakit ini
adalah kuman Haemophylus pertusis. Kuman ini biasanya berada di saluran
pernafasan. Bila anak-anak dalam keadaan daya tahan tubuhnya melemah, maka
kuman tersebut mudah sekali
menyerang dan menimbulkan penyakit. Penularannya melalui cairan
yang keluar dari hidung yang tersembur keluar waktu batuk atau
bersin. Perawatan dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu sulit. Bila
anak tidak begitu menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa
keluar agar dapat menghirup udara segar dan bersih. Makanan
sebaiknya diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi.
Pencegahan penyakit ini dengan imunisasi DPT .
menyerang dan menimbulkan penyakit. Penularannya melalui cairan
yang keluar dari hidung yang tersembur keluar waktu batuk atau
bersin. Perawatan dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu sulit. Bila
anak tidak begitu menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa
keluar agar dapat menghirup udara segar dan bersih. Makanan
sebaiknya diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi.
Pencegahan penyakit ini dengan imunisasi DPT .
c. Mencegah Tetanus. Tetanus adalah
manifestasi sistemik tetanus disebabkan oleh absorbs eksotoksin sangat kuat
yang dilepaskan oleh clostridiumtetani pada masa pertumbuhan aktif dalam tubuh
manusia. Penyebab penyakit ini
adalah clostridiumtetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama
di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin
bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah
merah, merusak leukosit dan merupakan tetanosporasmin yaitu toksin
yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme
otot.
adalah clostridiumtetani yang hidup anaerob, berbentuk spora selama
di luar tubuh manusia, tersebar luas di tanah dan mengeluarkan toksin
bila dalam kondisi baik. Toksin ini dapat menghancurkan sel darah
merah, merusak leukosit dan merupakan tetanosporasmin yaitu toksin
yang neurotropik yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme
otot.
Pada intinya imunisasi memiliki
tujuan yaitu untuk mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat
membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya.
2. Manfaat
Imunisasi
Pemberian
imunisasi memiliki manfaat diantaranya yaitu:[5]
a. Untuk
anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan kemungkinan cacat
atau kematian.
b. Untuk
keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan
menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
c. Untuk
negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
untuk melanjutkan pembangunan negara.
C.
Jenis-jenis
Imunisasi
Dilihat dari cara timbulnya,
imunisasi terdiri atas:[6]
1. Imunisasi pasif
Imunisasi pasif adalah pemberian
antibodi kepada resipien yang dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara
langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan
tubuhnya.[7]
Terdiri atas:
a. Kekebalan pasif alamiah, kekebalan pada janin yang
diperoleh dari ibu dan tidak berlangsung lama(difteri, morbili, tetanus).
b. Kekebalan pasif buatan, kekebalan yang diperoleh setelah
pemberian suntikan zat penolak (imunoglobulin).
2. Kekebalan aktif
Kekebalan aktif adalah kekebalan yang
dibuat oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi
atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya prosesnya lambat tapi
dapat berlangsung lama, akibat adanya memori imunologik.
Kekebalan aktif terbagi menjadi dua
jenis, yaitu :
a. Kekebalan aktif alamiah, kekebalan yang diperoleh setelah
mengalami atau sembuh dari suatu penyakit. Contoh : anak yang pernah menderita
campak maka tidak akan terserang campak lagi.
b. Kekebalan aktif buatan, kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah
mendapat vaksin atau imunisasi. Contoh : BCG, DPT, polio, dan lain-lain.
Berikut
jenis-jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan bisa didapat secara
gratis di Puskesmas atau Posyandu:[8]
Jenis Vaksin
|
Keterangan
|
BCG
|
Vaksin BCG (Bacillus
Calmette Guerin) dapat diberikan sejak lahir. Imunisasi ini betujuan
untuk memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit tubercolocis (TBC).
Apabila vaksin BCG akan diberikan pada bayi di atas usia 3 bulan, ada baiknya
dilakukan dulu uji tuberkulin. BCG boleh diberikan apabila hasil tuberkulin
negatif.
|
Hepatitis B
|
Vaksin
Hepatitis B yang pertama harus diberikan dalam waktu 12 jam setelah bayi
lahir, kemudian dilanjutkan pada umur 1 bulan dan 3 hingga 6 bulan. Jarak
antara dua imunisasi Hepatitis B minimal 4 minggu. Imunisasi ini untuk
mencegah penyakit Hepatitis B.
|
Polio
|
Imunisasi
Polio diberikan untuk mencegah poliomielitis yang bisa menyebabkan
kelumpuhan.
|
DPT
|
Vaksin DPT
adalah vaksin kombinasi untuk mencegah penyakit difteri, pertusis (batuk
rejan), dan tetanus. Ketiga penyakit ini sangat mudah menyerang bayi dan
anak. Imunisasi DPT diberikan pada bayi umur lebih dari 6 minggu. Vaksin DPT
dapat diberikan secara simultan (bersamaan) dengan vaksin Hepatits B. Ulangan
DPT diberikan pada usia 18 bulan dan 5 tahun. Usia 12 tahun mendapat vaksin
TT (tetanus) melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
|
Campak
|
Vaksin
Campak-1 diberikan pada usia 9 bulan, lalu Campak-2 pada usia 6 tahun melalui
program BIAS.
|
Menurut
anonim, berikut penjelasan mengenai jenis-jenis imunisasi tersebut yaitu:[9]
a. Imunisasi
Hepatitis B
Pemberian
vaksinasi hepatitis B ini berguna serta bermanfaat dalam rangka untuk mencegah
virus Hepatitis B yang dapat menyerang dan merusak hati dan bila hal itu terus
terjadi sampai si anak dewasa akan bisa menyebabkan timbulnya penyakit kanker
hati.
b. Imunisasi
BCG
Pemberian
vaksinasi BCG (Bacillus Celmette-Guerin) dan juga imunisasi BCG ini bermanfaat
dan berguna dalam rangka untuk mencegah timbulnya penyakit TBC. Dilakukan
sekali pada bayi dengan sebelum usia 3 bulan. Biasanya dilakukan bila bayi
berusia 1 bulan.
Bila
bayi telah berusia lebih dari 3 bulan dan belum mendapat imunisasi BCG maka
harus dilakukan uji tuberkulin untuk mengetahui apakah bayi sudah terpapar
bakteri TBC. Imunisasi bisa diberikan bila hasil tes tuberkulin negatif.
c. Imunisasi
DPT
Diberikan
dalam rangka dan bermanfaat untuk pencegahan terjadinya penyakit Difteri,
Pertusis dan Tetanus. Penyakit Difteri dapat menyebabkan pembengkakan dan
penyumbatan pernafasan, serta mengeluarkan racun yang dapat melemahkan otot
jantung. Penyakit Pertusis yang dalam kondisi berat bisa menyebabkan terjadinya
pneumonia.
Kuman
Tetanus mengeluarkan racun yang menyerang syaraf otot tubuh, sehingga otot
menjadi kaku, sulit bergerak dan bernafas. Kalau penyakit campak berat dapat
mengakibatkan radang paru berat (pneumonia), diare atau bisa menyerang otak.
d. Imunisasi
Polio
Ini
adalah jenis vaksinasi yang pemberiannya melalui oral (mulut) dan manfaat
imunisasi polio ini untuk mencegah penyakit polio yang dapat menyebabkan
kelumpuhan atau kecacatan. Imunisasi diberikan sebanyak 4 kali, yaitu saat bayi
berusia 1 sampai 4 bulan.
e. Imunisasi
Campak
Tujuan
pemberian imunisasi campak ini adalah mencegah penyakit campak. Pemberiannya
hanya sekali saja yaitu pada saat anak berusia 9 bulan. Pemberiannya dapat
diulang pada saat anak masuk SD atau mengikuti program BIAS (Bulan Imunisasi
Anak Sekolah) yang dicanangkan pemerintah.
Dan
berikut beberapa jenis vaksin penting namun belum diwajibkan oleh pemerintah:[10]
Jenis Vaksin
|
Keterangan
|
Hib
|
Pemberian
Vaksin Hib (Haemophilus influenzae tipe B) ditujukan untuk mencegah
penyakit meningitis atau radang selaput otak. Vaksin Hib diberikan mulai usia
2 bulan dengan jarak pemberian dari vaksin pertama ke vaksin lanjutannya
adalah 2 bulan. Vaksin ini dapat diberikan secara terpisah ataupun kombinasi
dengan vaksin lain.
|
MMR
|
Vaksin MMR
diberikan untuk mencegah penyakit gondongan (mumps), campak (measles),
dan campak jerman (rubela). MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan
apabila belum mendapat imunisasi campak di umur 9 bulan. Umur 6 tahun diberikan
imunisasi ulangannya.
|
Hepatitis A
|
Vaksin ini
direkomendasikan pada usia diatas 2 tahun, diberikan sebanyak 2 kali dengan
interval 6 sampai 12 bulan.
|
Tifoid
|
Vaksin Tifoid
direkomendasikan untuk usia diatas 2 tahun. Imunisasi ini diulang setiap 3
tahun.
|
Pneumokokus
(PCV)
|
Apabila hingga
usia di atas 1 tahun belum mendapatkan PCV, maka vaksin diberikan sebanyak 2
kali dengan interval 2 bulan. Pada umur 2 hingga 5 tahun diberikan satu kali.
|
Influenza
|
Anak usia
dibawah 8 tahun yang diimunisasi influenza untuk yang pertama kalinya
direkomendasikan 2 dosis dengan jarak minimal 4 minggu.
|
Adapun
jadwal pemberian imunisasi yaitu:[11]
D.
Cara
Imunisasi
Sebelum
melakukan vaksinasi, dianjurkan mengikuti tata cara sebagai berikut:[12]
1. Memberitahukan
secara rinci tentang risiko imunisasi dan risiko apabila tidak divaksinasi.
2. Persiapan
pelayanan secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang tidak diharapkan dan
memberi informasi dimana tempat pelayanan seandainya hal itu terjadi.
3. Baca
kembali leaflet vaksin yang akan diberikan, tinjau kembali apakah ada indikasi
kontra terhadap vaksin yang akan diberikan.
4. Jangan
lupa mendapat persetujuan orang tua.
5. Melakukan
Tanya jawab dengan orang tua atau pengasuhnya sebelum melakukan imunisasi.
6. Periksa
kembali apakah penerima vaksin dalam keadaan sehat dan berikan antipiretik bila
diperlukan.
7. Periksa
jenis vaksin yang akan diberikan dan yakin bahwa vaksin tersebut telah disimpan
dengan baik dan apakah tampak tanda-tanda perubahan dari warna atau membeku
yang menunjukkan kerusakan.
8. Periksa
tanggal kadaluwarsan dan catat hal-hal istimewa.
9. Periksa
apakah vaksin yang akan diberikan sesuai jadwal dan ditawarkan pula vaksin lain
untuk mengejar imunisasi yang tertinggal (catch
up vaccination) bila diperlukan.
10. Berikan
vaksin dengan teknik yang benar.
11. Setelah
pemberian vaksin, kerjakan hal-hal sebagai berikut:
12. Memberi
petunjuk (sebaiknya tertulis) kepada orang tua atau pengasuh apa yang harus dikerjakan
dalam kejadian reaksi yang biasa atau reaksi ikutan yang lebih berat.
13. Catat
imunisasi dalam rekam medis pribadi dan dalam catatan klinis termasuk nomor batch dan jenis vaksin atau merk dagang
vaksin.
14. Catatan
imunisasi secara rinci harus disampaikan kepada Dinas Kesehatan bidang
Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).
15. Periksa
status imunisasi anggota keluarga lainnya dan tawarkan vaksinasi untuk mengejar
ketinggalan, bila diperlukan.
Secara
umum, tata cara pemberian imunisasi menurut Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak
Indonesia adalah sebagai berikut:[13]
1. Pengenceran
Vaksin
kering yang beku harus diencerkan dengan cairan pelarut khusus dan digunakan dalam
periode waktu tertentu. Apabila vaksin telah diencerkan, harus diperiksa
terhadap tanda-tanda kerusakan (warna dan kejernihan).
2. Pembersihan
kulit
Tempat
suntikan harus dibersihkan sebelum imunisasi dilakukan, namun apabila kulit
telah bersih, antiseptik kulit tidak diperlukan.
3. Pemberian
suntikan
Sebagian
besar vaksin diberikan melalui suntikan intramuscular atau subkutan dalam.
4. Teknik
dan ukuran jarum
Para
petugas yang melaksanakan vaksinasi harus memahami teknik dasar dan petunjuk keamanan
pemberian vaksin, untuk mengurangi risiko penyebaran infeksi dan trauma akibat
suntikan yang salah. Pada tiap suntikan harus digunakan tabung suntikan dan
jarum baru, sekali pakai dan steril.
5. Arah
sudut jarum pada suntikan intramuscular
Jarum
suntik harus disuntikkan dengan sudut 600 sampai 900 ke
dalam otot vastus lateralis atau otot
deltoid. Untuk otot vastus lateralis,
jarum harus diarahkan ke arah lutut dan untuk deltoid jarum harus diarahkan ke
pundak.
6. Tempat
suntikan yang dianjurkan
Sejak
tahun 1980, WHO telah memberi rekomendasi bahwa daerah anterolateral paha adalah bagian yang dianjurkan untuk vaksinasi
bayi-bayi dan tidak pada pantat (daerah gluteus) untuk menghindari risiko
kerusakan saraf iskhiadika (nervus
ischiadicus).
7. Posisi
anak dan lokasi suntikan
Vaksin
yang disuntikkan harus diberikan pada bagian dengan risiko kerusakan saraf,
pembuluh vaskular serta jaringan lainnya. Penting bahwa bayi dan anak jangan
bergerak saat disuntik, walaupun demikian cara memegang bayi dan anak yang
berlebihan akan menambah ketakutan sehingga meningkatkan ketegangan otot.
Berikut
adalah beberapa cara memberikan imunisasi atau vaksin yaitu:[14]
1. Cara
Memberikan vaksin DPT, DT, TT
Pemberian
vaksin DPT, DT, dan TT dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Kocok flakon sehingga endapan vaksin
tercampur dengan sempuma dan dosisnya tepat.
b. Buka tutup metalnya.
c. Ambil semprit 2 ml yang steril
dengan pinset.
d. Pasang jarum DPT/DT/TT.
e. Usaplah karet penutup flakon dengan
kapas alkohol (tunggu sampai kering).
f. Sedot 0,6 cc vaksin ke dalam
spuit.
g. Cabut jarum dari flakon, semprit
ditegakluruskan ke atas untuk melihat gelembung udara.
h. Bila ada gelembung udara, ketuklah
pelan-pelan supaya gelembung naik ke atas, lalu doronglah udara tadi, dengan
piston hingga gelembung udara tadi ke luar.
i.
Cara
menyuntikan vaksin intramuskular/subkutis. Tepatnya ialah di bagian tengah
pangkal paha luar atau bokong harus hati-hati banyak syaraf (untuk DPT),
sedangkan untuk TT biasanya subkutan pada pangkal lengan. Bersihkan kulit yang
akan disuntik dengan kapas lembab oleh air bersih. Letakan ibu jari dan
telunjuk pada sisi yang akan disuntik dan renggangkan kulitnya. Intramuskular,
tusukan jarum tegak lurus melalui kulit diantara jari anda sampai masuk ke
dalam otot. Subkutan, tusukan jarum membentuk sudut 45° pada tempat yang akan
disuntik melalui kulit hingga di bawah kulit. Tarik piston sedikit untuk
meyakinkan bahwa jarum tidak mengenai pembuluh darah. Dorong piston dengan ibu
jari untuk memasukan vaksin, kemudian cabutlah bila vaksin sudah masuk semua.
Menyiapkan vaksin Polio:
1) Buka tutup metal dan tutup karet
dengan menggunakan gergaji ampul yaitu angkat tutup metal bagian tengah dari
tutup metal dan bengkokan.
2) Ambil pipet dari kantongnya pasang
pada bibir flakon tangan anda jangan menyentuh bibir flakon. Dan sisa vaksin
yang sudah terbuka harus dibuang.
2. Cara pemberian vaksin Polio
Pemberian vaksin polio dapat
dilakukan dengan cara:
a. Dosis: 2 tetes, 3x pemberian,
interval waktu 4 minggu.
b. Atur posisi bayi sehingga mulut bayi
terbuka, andaikan bayi tidak mau membuka mulut, dapat diatasi dengan cara tekan
dagu bayi kebawah sehingga mulutnya terbuka kemudian teteskan vaksin polio di
atas lidah bayi sebanyak 2 tetes tanpa menyentuh bibir bayi.
3. Cara pemberian vaksin campak
Pemberian vaksin campak dapat
dilakukan dengan cara:
a. Ambil semprit 2 ml dan jarum no. 22
memakai pinset.
b. Bersihkan karet flakon pelarut
vaksin, masukan pada flakon vaksin campak, kocok hingga larut benar, kemudian
hisap 0,6 ml vaksin kedalam semprit.
c. Kontrol gelembung udara dengan cara
semprit ditegakluruskan.
d. Bila ada gelembung udara
diketuk-ketuk pelan agar gelembung udara naik ke atas dan ke luar.
e. Bersihkan kulit yang akan disuntik,
kemudian direnggangkan dengan ibu jari dan telunjuk.
f. Vaksin disuntikan sampai subkutan
dengan sudut 45° dengan dosis 0,5 cc.
g. Setelah vaksinnya masuk semua, jarum
diangkat.
E.
Efek
Samping Akibat Vaksinasi
Berikut
adalah beberapa efek samping yang mungkin akan timbul setelah vaksinasi yaitu:[15]
1. BCG
Efek
samping akibat pemberian vaksin BCG yaitu:
a. Reaksi
normal
Bakteri
BCG ditubuh bekerja dengan sangat lambat. Setelah 2 minggu akan terjadi
pembengkakan kecil merah di tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm.
Setelah 2 – 3 minggu kemudian, pembengkakan menjadi abses kecil yang kemudian
menjadi luka dengan garis tengah 10 mm, jangan berikan obat apapun pada luka
dan biarkan terbuka atau bila akan ditutup gunakan kasa kering. Luka tersebut
akan sembuh dan meninggalkan jaringan parut tengah 3-7 mm.
b. Reaksi
berat
Kadang
terjadi peradangan setempat yang agak berat atau abses yang lebih dalam, kadang
juga terjadi pembengkakan di kelenjar limfe pada leher / ketiak, hal ini
disebabkan kesalahan penyuntikan yang terlalu dalam dan dosis yang terlalu
tinggi.
c. Reaksi
yang lebih cepat
Jika
anak sudah mempunyai kekebalan terhadap TBC, proses pembengkakan mungkin
terjadi lebih cepat dari 2 minggu, ini berarti anak tersebut sudah mendapat
imunisasi BCG atau kemungkinan anak tersebut telah terinfeksi BCG.
2. DPT
Efek
samping akibat pemberian vaksin DPT yaitu:
a.
Panas
Kebanyakan
anak akan menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tapi
panas ini akan sembuh 1 – 2 hari. Anjurkan agar jangan dibungkus dengan baju
tebal dan dimandikan dengan cara melap dengan air yang dicelupkan ke air
hangat.
b. Rasa
sakit di daerah suntikan
Sebagian
anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak.
1) Peradangan
Bila
pembengkakan terjadi seminggu atau lebih, maka hal ini mungkin disebabkan
peradangan, mungkin disebabkan oleh jarum suntik yang tidak steril karena :
a) Tersentuh
b) Sebelum
dipakai menyuntik jarum diletakkan diatas tempat yang tidak steril.
c) Sterilisasi
kurang lama.
d) Pencemaran
oleh kuman.
2) Kejang-kejang
Reaksi
yang jarang terjadi sebaliknya diketahui petugas reaksi disebabkan oleh
komponen dari vaksin DPT.
3. Polio
Bila
anak sedang diare ada kemungkinan vaksin tidak bekerja dengan baik karena ada
gangguan penyerapan vaksin oleh usus akibat diare berat.
4. Hepatitis
B
Pada
pemberian vaksin ini, tidak tampak adanya efek akibat pemberian vaksin.
5. Campak
Efek
samping vaksin campak : panas dan kemerahan. Anak-anak mungkin panas selama 1 –
3 hari setelah 1 minggu penyuntikan, kadang disertai kemerahan seperti
penderita campak ringan.
F.
Hubungan
antara Imunologi dan Imunisasi/Vaksinasi
Cara pemberian vaksin akan
mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan
menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio
parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja.[16]
1. Dosis vaksin
Dosis vaksin
terlalu tinggi atau terlalu rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi.
Dosis yang terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan,
sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel imunokompeten. Dosis yang
tepat dapat diketahui dari hasil uji coba, karena itu dosis vaksin harus sesuai
dengan dosis yang direkomendasikan.
2. Frekuensi pemberian
Frekuensi pemberian juga mempengaruhi respons imun yang
terjadi. Sebagaimana telah kita ketahui, respons imun sekunder menyebabkan sel
efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya, dan afinitasnya lebih
tinggi. Di
samping frekuensi, jarak pemberian pun akan mempengaruhi respons imun yang
terjadi. Bila vaksin berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik
masih tinggi, maka antigen yang masuk segera dinetralkan oleh antibodi spesifik
tersebut sehingga tidak sempat merangsang sel imunokompeten, bahkan dapat
terjadi apa yang dinamakan reaksi Arthus yaitu bengkak kemerahan di daerah
suntikan antigen akibat pembentukan kompleks antigen-antibodi lokal sehingga
terjadi peradangan lokal. Oleh sebab itu, pemberian ulang (booster)
sebaiknya mengikuti apa yang dianjurkan sesuai dengan hasil uji coba.
3. Ajuvan
Ajuvan adalah zat yang secara
nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen. Ajuvan akan
meningkatkan respons imun dengan cara mempertahankan antigen pada tempat
suntikan, dan mengaktivasi sel APC untuk memproses antigen secara efektif dan
memproduksi interleukin yang akan mengaktifkan sel imunokompeten lainnya.
4. Jenis vaksin
Vaksin hidup akan menimbulkan respons imun lebih baik
dibandingkan vaksin lainnya seperti vaksin mati atau yang diinaktivasi (killed
atau inactivated), atau komponen dari mikroorganisme. Rangsangan sel Tc memori
membutuhkan suatu sel yang terinfeksi sehingga dibutuhkan vaksin hidup. Sel Tc
dibutuhkan pada infeksi virus yang pengeluarannya melalui budding.
Vaksin hidup diperoleh dengan cara atenuasi. Tujuan atenuasi adalah untuk
menghasilkan organisme yang hanya dapat menimbulkan penyakit yang sangat
ringan. Atenuasi diperoleh dengan cara memodifikasi kondisi tempat tumbuh
mikroorganisme, misalnya suhu yang tinggi atau rendah, kondisi anaerob, atau
menambah empedu pada media kultur seperti pada pembuatan vaksin TBC yang sudah
ditanam selama 13 tahun. Dapat pula dipakai mikroorganisme yang virulen untuk
spesies lain tetapi untuk manusia avirulen, misalnya virus cacar sapi.
G.
Hubungan
Imunisasi/Vaksinasi dengan Agama
Selama
ini banyak pembahasan tentang pro dan kontra mengenai vaksinasi jika dikaitkan
dengan agama. Namun dalam makalah ini, penyusun menyajikan beberapa fatwa
mengenai imunisasi/vaksinasi yang dihimpun dalam suatu artikel terbaru (14
April 2012), yakni:[17]
1. Fatwa-fatwa
ulama dunia
a.
Fatwa Syaikh Abdul Aziz
bin Baz rahimahullah (Mufti Besar Kerajaan
Arab Saudi ketua Lajnah Daimah dan Mantan Rektor Universitas Islam Madinah)
Ketika beliau ditanya ditanya tentang hal ini,
ما هو الحكم في التداوي قبل وقوع الداء كالتطعيم؟
“Apakah hukum berobat dengan imunisasi sebelum tertimpa musibah?”
Beliau menjawab,
لا بأس بالتداوي إذا خشي وقوع الداء لوجود وباء أو أسباب أخرى يخشى من
وقوع الداء بسببها فلا بأس بتعاطي الدواء لدفع لبلاء الذي يخشى منه لقول النبي صلى
الله عليه وسلم في الحديث الصحيح: «من تصبح بسبع تمرات من تمر المدينة لم يضره سحر
ولا سم (1) » وهذا من باب دفع البلاء قبل وقوعه فهكذا إذا خشي من مرض وطعم ضد الوباء
الواقع في البلد أو في أي كان لا بأس بذلك من باب الدفاع، كما يعالج المرض النازل،
يعالج بالدواء المرض الذي يخشى منه
“La ba’sa (tidak masalah) berobat dengan
cara seperti itu jika dikhawatirkan tertimpa penyakit karena adanya wabah atau
sebab-sebab lainnya. Dan tidak masalah menggunakan obat untuk menolak atau
menghindari wabah yang dikhawatirkan. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam
hadis shahih (yang artinya), “Barang
siapa makan tujuh butir kurma Madinah pada pagi hari, ia tidak akan terkena
pengaruh buruk sihir atau racun””
Ini
termasuk tindakan menghindari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga jika
dikhawatirkan timbulnya suatu penyakit dan dilakukan imunisasi untuk melawan
penyakit yang muncul di suatu tempat atau dimana saja, maka hal itu tidak
masalah, karena hal itu termasuk tindakan pencegahan. Sebagaimana penyakit yang
dating diobati, demikian juga penyakit yang dikhawatirkan kemunculannya.
b. Fatwa
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafidzahulla (Imam
masjid dan khatib di Masjid Umar bin Abdul Aziz di kota al Khabar KSA dan dosen
ilmu-ilmu keagamaan, pengasuh situs www.islam-qa.com)
Dalam fatwa beliau mengenai imunisasi dan valsin beliau menjawab. Rincian
bagian ketiga yang sesuai dengan pembahasan imunisasi dengan bahan yang haram
tetapi memberi manfaat yang lebih besar. Syaikh berkata,
لقسم الثالث : ما كان منها مواد محرَّمة أو نجسة في أصلها ، ولكنها عولجت
كيميائيّاً أو أضيفت إليها مواد أخرى غيَّرت من اسمها ووصفها إلى مواد مباحة ، وهو
ما يسمَّى ” الاستحالة ” ، ويكون لها آثار نافعة
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
وهذه اللقاحات يجوز تناولها لأن الاستحالة التي غيَّرت اسم موادها ومواصفاتها قد غيَّرت حكمها فصارت مباحة الاستعمال .
“Rincian
ketiga: vaksin yang terdapat didalamnya bahan yang haram atau najis pada
asalnya. Akan tetapi dalam proses kimia atau ketika ditambahkan bahan yang lain
yang mengubah nama dan sifatnya menjadi bahan yang mubah. Proses ini dinamakan
“istihalah”. Dan bahan (mubah ini) mempunyai efek yang bermanfaat. Vaksin jenis
ini bisa digunakan karena “istihalah” mengubah nama bahan dan sifatnya. Dan
megubah hukumnya manjadi mubah/boleh digunakan”.
c. Fatwa
Majelis Majelis Ulama Eropa untuk Fatwa dan Penelitian [المجلس الأوربي للبحوث والإفتاء]
memutuskan dua hal:
أولا: إن استعمال هذا الدواء السائل قد ثبتت فائدته طبيا وأنه يؤدي إلى
تحصين الأطفال ووقايتهم من الشلل بإذن الله تعالى، كما أنه لا يوجد له بديل آخر إلى
الآن، وبناء على ذلك فاستعماله في المداواة والوقاية جائز لما يترتب على منع استعماله
من أضرار كبيرة، فأبواب الفقه واسعة في العفو عن النجاسات – على القول بنجاسة هذا السائل
– وخاصة أن هذه النجاسة مستهلكة في المكاثرة والغسل، كما أن هذه الحالة تدخل في باب
الضرورات أو الحاجيات التي تن-زل من-زلة الضرورة، وأن من المعلوم أن من أهم مقاصد الشريعة
هو تحقيق المصالح والمنافع ودرء المفاسد والمضار.
ثانيا:
يوصي المجلس أئمة المسلمين ومسئولي مراكزهم أن لا يتشددوا في مثل هذه الأمور الاجتهادية
التي تحقق مصالح معتبرة لأبناء المسلمين ما دامت لا تتعارض مع النصوص القطعية
Pertama:
Penggunaan
obat semacam itu ada manfaatnya dari segi medis. Obat semacam itu dapat
melindungi anak dan mencegah mereka dari kelumpuhan dengan izin Allah. Dan obat
semacam ini (dari enzim babi) belum ada gantinya hingga saat ini. Dengan menimbang
hal ini, maka penggunaan obat semacam itu dalam rangka berobat dan pencegahan
dibolehkan. Hal ini dengan alas an karena mencegah bahaya (penyakit) yang lebih
parah jika tidak mengkonsumsinya. Dalam bab fikih, masalah ini ada sisi
kelonggaran yaitu tidak mengapa menggunakan yang najis (jika memang cairan
tersebut dinilai najis). Namun sebenarnya cairan najis tersebut telah mengalami
istihlak (melebur) karena bercampur dengan zat suci yang berjumlah banyak.
Begitu pula masalah ini masuk dalam hal darurat dan begitu primer yang
dibutuhkan untuk menghilangkan bahay. Dan di antara tujuan syaria.’at adalah
menggapai maslahat dan manfaat serta menghilangkan mafsadatdan bahaya.
Kedua:
Majelis merekomendasikan pada para imam dan pejabat yang berwenang
hendaklah posisi mereka tidak bersikap keras dalam perkara ijtihadiyah ini yang
Nampak ada maslahat bagi anak-anak kaum muslimin selama tidak bertentangan
dengan dalil yang definitif (qoth’i).
2. Fatwa
Lembaga dan Organisasi Islam di Indonesia
Berikut
adalah beberapa lembaga terkait yang memberikan tanggapan mengenai imunisasi
atau vaksinasi:
a. Fatwa
MUI (Majelis Ulama Indonesia)
Fatwa
MUI 4 Sya’ban 1431 H/16 Juli 2010 M (Fatwa Terabru MUI) No. 06 Tahun 2010
tentang, Penggunaan vaksin meningitis bagi jemaah haji atau umrah menetapkan
ketentuan hukum:
1) Vaksin
MencevaxTM ACW135Y hukumnya haram.
2) Vaksin
Menveo meningococcal dan vaksin meningococcal hukumnya halal.
3) Vaksin
yang boleh digunakan hanya vaksin yang halal
Ketentuan
dalam fatwa MUI nomor 5 tahun 2009 yang menyatakan bahwa bagi orang yang
melaksanakan wajib hajib atau umrah wajib, boleh menggunakan vaksin meningitis
haram karena Al-hajah (kebutuhan mendesak) dinyatakan tidak berlaku lagi.
b. Fatwa
dari Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Pertanyaan dari Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah Majelis Kesehatan dan
Lingkungan Hidup, tentang status hukum vaksin, khususnya untuk imunisasi polio
yang dicurigai memanfaatkan enzim dari babi.
Jawaban:
Sebagai
kesimpulan, dapatlah dimengerti bahwa vaksinasi polio yang memanfaatkan enzim tripsin dari babi hukumnya adalah
mubah atau boleh, sepanjang belum ditemukan vaksin lain yang bebas dari enzim
itu. Sehubungan dengan itu, kami menganjurkan kepada pihak-pihak yang berwenang
dan berkompeten agar melakukan penelitian-penelitian terkait dengan penggunaan
enzim dari binatang selain babi yang tidak diharamkan memakannya. Sehingga
suatu saat nanti dapat ditemukan vaksin yang benar-benar bebas dari
barang-barang yang hukum asalnya adalah haram.
c. Fatwa
LBM-NU (Lembaga Bahtsul Masa’il Nahdlatul Ulama) Indonesia
Pengurus
besar Nahdlatul Ulama akan menindaklanjuti hasil sidang Lembaga Bahtsul Matsail
NU (LBM-NU). Kesimpulan sidang menyatakan secara umum hokum vaksin meningitis
suci dan boleh dipergunakan.
Menurut Katib Aam Suriah PBNU, Malik Madani, keputusan tersebut
merupakan kesimpulan di internal LBM-NU. Secara pasti, hasilnya akan segera
dibahas di kalangan suriah. ‘Tunggu hasilnya bisa disetujui dan bisa tidak,’
ujar dia kepada Republika di Jakarta, Rabu (1/9).
Apapun hasilnya kelak, ungkap Malik, PBNU merekomendasikan ke
pemerintah agar melakukan vaksinasi kepada para jamaah haji dengan memakai
vaksin yang halal berdasarkan syari’i. Hal ini penting, agar jamaah haji
mendapat rasa nyaman dan kekhidmatan beribadah. Selain itu, masyarakat dihimbau
tidak terlalu resah dengan informasi apapun terkait vaksin meningitis yang
belum jelas.
Ketua LBM-NU, Zulfa Musthafa, mengemukakan berdasarkan informasi
dan pemaparan sejumlah pakar dalam sidang LBM-NU diketahui bahwa semua produk
vaksin meningitis pernah bersinggungan dengan enzim babi. Termasuk produk yang
dikeluarkan oleh Novartis Vaccine and Diagnostics S.r.i dan Meningococcal
Vaccine produksi Zheijiang Tianyuan Bior Pharmaceutical Co. Ltd. Akan tetapi,
secara kesuluruhan hasil akhir produk-produk tersebut dinilai telah bersih dan
suci.
Zulfa menuturkan, dalam pembahasannya, LBM-NU tidak terpaku pada
produk tertentu. Tetapi, pembahasan lebih menitik beratkan pada proses
pembuatan vaksin. Hasilnya, secara umum vaksin meningitis suci dan boleh
dipergunakan. ”Dengan demikian, vaksin jenis Mancevax ACW135 Y, produksi Glaxo
Smith Kline (GSK), Beecham Pharmaceutical, Belgia pun bisa dinyatakan halal,”
tandas dia.
Berdasarkan beberapa uraian fatwa di atas, dapat disimpulkan bahwa
hukum imunisasi dipandang boleh dengan alasan:
1.
Imunisasi ini sangat
dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu kedokteran
2.
Bahan haram yang ada telah
lebur dengan bahan-bahan lainnya.
3.
Belum ditemukan pengganti
lainnya yang mubah.
4.
Hal ini termasuk dalam
kondisi darurat.
5.
Sesuai dengan kemudahan
syari’at di kala ada kesulitan.
BAB III
A.
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada Bab II, maka dapat disimpulkan bahwa:
1.
Imunisasi diartikan pemberian vaksin
atau senyawa antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif dan
meningkatkan imunitas tubuh penyakit untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu.
2.
Tujuan diberikannya imunisasi pada anak
adalah untuk mencegah timbulnya berbagai macam penyakit yang dimungkinkan dapat
menyerang system kekebalan tubuh anak sehingga dapat memberikan manfaat untuk
menghilangkan kecemasan terhadap anak untuk terjangkit penyakit.
3.
Jenis-jenis imunisasi terdiri atas
imunisasi pasif yaitu pemberian
antibodi kepada resipien yang dimaksudkan untuk memberikan imunitas secara
langsung tanpa harus memproduksi sendiri zat aktif tersebut untuk kekebalan
tubuhnya, dan imunisasi aktif yaitu kekebalan yang dibuat oleh tubuh sendiri
akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi atau terpajan secara alamiah.
4.
Pemberian imunisasi harus dilakukan
dengan cara yang benar untuk menghindari efek samping yang tidak diharapkan.
5.
Efek yang dapat ditimbulkan setelah
pemberian vaksin atau imunisasi berbagai macam mulai dari peradangan, demam,
sampai pada kerusakan system saraf.
6.
Cara
pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul yang dapat
dipengaruhi oleh dosis vaksin, frekuensi pemberian vaksin, ajuvan, dan jenis
vaksin.
6.
Imunisasi
menurut agama hukumnya adalah boleh dengan alasan: Imunisasi ini sangat dibutuhkan sekali sebagaimana penelitian ilmu
kedokteran, bahan haram yang ada telah lebur dengan bahan-bahan lainnya, belum ditemukan
pengganti lainnya yang mubah, hal ini termasuk dalam kondisi darurat, dan sesuai
dengan kemudahan syari’at di kala ada kesulitan.
B.
Saran
Saran yang dapat penyusun sampaikan dalam makalah ini yaitu:
1.
Sebaiknya pembaca dapat mengambil hal-hal positif yang tercantum dalam makalah ini.
2.
Segala saran kritik yang bersifat membangun senantiasa
penyusun harapkan demi perbaikan makalah ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. “Cara Vaksinasi/Imunisasi Vaksin DPT, DT, TT dan Polio”.
http://e-medis.blogspot.com/2013/05/cara-vaksinasiimunisasi-vaksin-dpt-dt.html.
21 November 2014.
Anonim. “Ilmu Kesehatan Anak-Dian Husada Tujuan Imunisasi”
http://dwimery-dianhusada.blogspot.com/p/tujuan-imunisasi.html. 21 November
2014.
Anonim. “Kontroversi Imunisasi Bayi–Masukan Bagi Ummat Islam”
http://www.tipsbayi.com/kontroversi-imunisasi-bayi-masukan-bagi-ummat-islam.html.
21 November 2014.
Anonim, “Manfaat Imunisasi bagi Bayi” http://cardiacku.blogspot.com/2013/06/manfaat-imunisasi-bagi-bayi.html.
(21 November 2014).
Anonim,
“Pengertian, Tujuan dan Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html.
21 November 2014.
Bahraen, Raehanul. “Fatwa-Fatwa Ulama, Keterangan Para Ustadz dan
Ahli Medis di Indonesia Tentang Bolehnya Imunisasi-Vaksinasi”.
http://moslemsunnah.wordpress.com/2012/04/14/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-ustadz-dan-ahli-medis-di-indonesia-tentang-bolehnya-imunisasi-vaksinasi/.
(22 November 2014).
Indonesia Medicine. “Aspek Imunologi Vaksinasi – Imunisasi”,
http://allergycliniconline.com/2013/11/02/aspek-imunologi-vaksinasi-imunisasi/.
22 November 2014.
Lenteraimpian, “Imunisasi” http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/imunisasi/.
22 November 2014.
Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia. “Pedoman Imunisasi di Indonesia”. Cetakan
I; Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI, 2011.
Timbang Rasa. “Dosis, Jumlah dan Waktu Pemberian Serta Efek
Samping Imunisasi”.
http://timbangrasaclinic.blogspot.com/2011/10/dosis-jumlah-dan-waktu-pemberian-serta.html.
21 November 2014.
[1] Anonim, “Kontroversi Imunisasi
Bayi–Masukan Bagi Ummat Islam” http://www.tipsbayi.com/kontroversi-imunisasi-bayi-masukan-bagi-ummat-islam.html.
(21 November 2014).
[2] Anonim, “Vaksin” http://ipdia.blogspot.com/2013/09/vaksin.html.
(21 November 2014).
[3] Anonim, “Manfaat Imunisasi bagi
Bayi” http://cardiacku.blogspot.com/2013/06/manfaat-imunisasi-bagi-bayi.html.
(21 November 2014).
[4] Anonim, “Ilmu Kesehatan
Anak-Dian Husada Tujuan Imunisasi”
http://dwimery-dianhusada.blogspot.com/p/tujuan-imunisasi.html. (21 November
2014).
[5] AnonIm, http://www.google.com
[6] Lenteraimpian, “Imunisasi” http://lenteraimpian.wordpress.com/2010/03/02/imunisasi/,
(22 November 2014).
[7] Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, “Pedoman Imunisasi di
Indonesia” (Cet. I; Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran UI, 2011), h. 202.
[8] Anonim, “Pengertian, Tujuan dan
Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html.
21 November 2014.
[9] Anonym, “Manfaat Tujuan
Imunisasi Lengkap Anak Bayi”
http://www.newsfarras.com/2014/10/Manfaat-Tujuan-Imunisasi-Lengkap.html. (21
November 2014).
[10] Anonim, “Pengertian, Tujuan dan
Jadwal Imunisasi Lengkap”
http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html.
21 November 2014.
[11] Anonim, “Pengertian, Tujuan dan
Jadwal Imunisasi Lengkap” http://www.medkes.com/2014/01/pengertian-tujuan-dan-jadwal-imunisasi-lengkap.html.
21 November 2014.
[12] Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, “Pedoman Imunisasi di
Indonesia”, h. 140.
[13] Satgas Imunisasi Ikatan Dokter
Anak Indonesia, “Pedoman Imunisasi di
Indonesia”, h. 143-152..
[14] Anonym, “Cara
Vaksinasi/Imunisasi Vaksin DPT, DT, TT dan Polio”
http://e-medis.blogspot.com/2013/05/cara-vaksinasiimunisasi-vaksin-dpt-dt.html.
(21 November 2014).
[15] Timbang Rasa,
“Dosis, Jumlah dan Waktu Pemberian Serta Efek Samping Imunisasi”
http://timbangrasaclinic.blogspot.com/2011/10/dosis-jumlah-dan-waktu-pemberian-serta.html,
(21 November 2014).
[16] Indonesia Medicine, “Aspek
Imunologi Vaksinasi – Imunisasi”, http://allergycliniconline.com/2013/11/02/aspek-imunologi-vaksinasi-imunisasi/,
(22 November 2014).
[17]
Raehanul Bahraen, “Fatwa-Fatwa Ulama,
Keterangan Para Ustadz dan Ahli Medis di Indonesia Tentang Bolehnya
Imunisasi-Vaksinasi”, http://moslemsunnah.wordpress.com/2012/04/14/fatwa-fatwa-ulama-keterangan-para-ustadz-dan-ahli-medis-di-indonesia-tentang-bolehnya-imunisasi-vaksinasi/,
(22 November 2014).
Comments
Post a Comment